Memiliki gelar sarjana Teknologi Informasi (IT) digadang – gadang memiliki prospek kerja yang cerah. Data dari Bureau of Labor and Statistics (BLS) menunjukkan bahwa bidang IT adalah salah satu profesi yang sangat dibutuhkan antara tahun 2014 hingga 2024. Namun, sayangnya kita sering kali mendengar ungkapan yang menyatakan bahwa “Lulusan IT Indonesia mengecewakan” atau “Lulusan IT di Indonesia tidak siap kerja” atau ungkapan serupa lainnya. Meskipun kebenaran ungkapan tersebut dapat diperdebatkan, kita harus secara sadar mengakui bahwa ada sebagian lulusan IT yang tidak memenuhi harapan, terutama dari sudut pandang industri.

Perkembangan pesat dalam dunia IT saat ini telah menyebabkan meningkatnya permintaan akan tenaga kerja dibidang tersebut. Menurut Founder dan CEO Alkademi.id di Indonesia, per tahun 2022 terdapat sekitar 600.000 lulusan sarjana IT dari 250 program studi yang berbeda di perguruan tinggi seluruh negeri. Terdengar cukup besar bukan? namun nyatanya, jumlah tersebut masih belum memenuhi kebutuhan tenaga kerja IT. Hal ini terkait dengan fakta bahwa sekitar 75% dari lulusan tersebut tidak langsung terlibat dalam industry IT dan hanya 2% saja yang terjun sebagai IT sedangkan sisanya masih menganggur.

Padahal dari data Kementerian Ketenagakerjaan proyeksi kebutuhan tenaga kerja di sektor IT sebanyak 1,23 juta orang pada 2022. Jumlahnya diperkirakan naik 21,4% menjadi sebanyak 1,49 juta orang pada 2023. Angkanya pun dipresiksi naik kembali menjadi 1,98 juta orang pada setahun setelahnya. Menurut data terbaru, permintaan terbesar untuk posisi network operation access diperkirakan mencapai 1,23 juta orang pada tahun 2022. Kebutuhan tenaga kerja juga tinggi untuk posisi network operation backbone dan software engineer, dengan jumlah masing-masing sekitar 235.541 orang dan 109.047 orang.

Dari banyaknya kebutuhan perusahaan seperti yang telah disebutkan, mengapa masih banyak lulusan IT yang menganggur atau bahkan tidak bekerja sesuai bidangnya ? Apakah skill yang mereka miliki kurang atau tidak sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dan usaha ? Sialnya saat menganggur, mereka dianggap pilih – pilih pekerjaan. Padahal, problema yang terjadi tidak sesederhana itu, tentu saja hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal yang kompleks.

Mayoritas lulusan IT belum memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan oleh industri saat ini, menurut CEO Dicoding Indonesia, Narenda Wicaksono. Pendidikan formal sering kali tidak mencukupi untuk mengembangkan keterampilan praktis yang diperlukan di dunia kerja. Beberapa lulusan IT mungkin kurang memiliki pengalaman praktis atau keahlian yang relevan dengan kebutuhan industri. Selain itu, menguasai banyak teori saja tidak cukup bagi mahasiswa IT, karena lapangan kerja memiliki perbedaan signifikan dengan apa yang dipelajari di kelas. Oleh karena itu, banyak lulusan dengan IPK tinggi yang tidak dapat memberikan kontribusi yang signifikan karena kekurangan keahlian yang sesuai.

Di Indonesia, sering terjadi ketidak sesuaian antara tenaga kerja yang tersedia dengan kebutuhan industri. Industri kerap menghadapi kesulitan dalam menemukan pekerja berkualitas yang sesuai dengan kebutuhannya. Ternyata, kebijakan rumit perusahaan begitu inovatif sehingga bisa mencantumkan persyaratan di luar nalar kualifikasi para sarjana. Sungguh menarik, niat sederhana para pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan justru harus berbenturan dengan kebijakan yang begitu brilian ini. Ada beberapa alasan mengapa perusahaan membuat kualifikasi yang terkesan cukup gila, diantaranya :

Perusahaan baru berdiri

Bagi perusahaan yang baru berdiri, terkadang mereka membutuhkan staff IT dengan kualifikasi mampu menguasai banyak bahasa pemrograman seperti (java, C, PHP, Python, C++,  JS, Action Script) dan full stack. Disamping itu, mereka juga membahas topik lain seperti agile management, repository management, deployment, dan lain – lain.

Perusahaan besar

Beberapa lowongan dari perusahaan besar mencantumkan persyaratan seperti Angular, Vue, React, Svelte, Blade, TailwindCSS, dan lain-lain dalam hal front-end development. Sementara dalam hal back-end development, mereka membutuhkan keterampilan seperti PHP, Java, C, Python, Node.js, dan lain-lain. Belum lagi kemampuan dalam bahasa pemrograman native seperti C++ dan kadang-kadang juga React Native dan Angular.

Selain itu, perusahaan tersebut juga membutuhkan keahlian dalam penggunaan berbagai jenis database seperti MsSQL, MySQL, PostgreSQL, MongoDB, DynamoDB, dan lain-lain. Redis juga terkadang menjadi kebutuhan.

Perusahaan non IT

Seringkali kita menemukan jenis perusahaan seperti rumah sakit atau lapangan kerja lainnya yang membutuhkan staff IT. Lowongan pekerjaan yang ditawarkan adalah sebagai IT support, tetapi kenyataannya pekerjaannya setara dengan senior engineer. Bahkan terkadang diminta untuk melakukan tugas-tugas di luar lingkup pekerjaannya.Oleh karena itu, tak mengherankan jika banyak orang memilih untuk bekerja diluar bidang jurusannya, mengingat kondisi tersebut.

Pada akhirnya, keputusan apakah untuk bekerja di bidang IT atau tidak adalah keputusan yang sangat pribadi. Namun, sangat penting bagi lulusan IT untuk mempertimbangkan potensi dan relevansi pengetahuan yang mereka peroleh dalam bidang ini. Jadi, apakah teman-teman lulusan IT memilih untuk tetap bekerja di bidang IT atau beralih ke bidang lain, merupakan keputusan yang harus dipertimbangkan dengan seksama. (Ki Nyang)