WARTA-SAINT – Masih menjadi momok bagi mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Trunojoyo Madura (FT UTM), Rabu (4/12) Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) yang berada di pos satpam dipinjam oknum tertentu tanpa izin dan sepengetahuan pemilik. Hal ini menjadi topik hangat yang diperbincangkan mahasiswa UTM, khususnya mahasiswa FT. Banyak mahasiswa dan mahasiswi yang menyayangkan, terkait oknum mana yang secara illegal meminjam KTM tanpa prosedur yang semestinya (7/12).

Zain mahasiswa sistem informasi angkatan 19, mengungkapkan bahwa peminjaman KTM harus konfirmasi terlebih dahulu, “harusnya konfirmasi dulu ke orangnya. Kalau kayak gitu kan orangnya susah-susah ke pos satpam ternyata gak ada KTMnya. Caranya sudah tidak benar.”

Terkait oknum yang menggunakan cara illegal untuk persyaratan pencalonan, zain menambahkan bahwa sebagai mahasiswa sudah tahu mana yang benar dan salah, “kalau dari masyarakatnya (red:mahasiswa FT)  tidak apa-apa, maju ya tidak apa-apa. Sudah banyak kejadian seperti ini, yang pasti mahasiswa sudah mengetahui mana yang baik dan buruk,” imbuhnya.

Angga ferdiansyah mahasiswa elektro angkatan 19, mengungkapkan bahwa pihak keamanan harus lebih tegas. “Dari pihak keamanan itu kurang tegas. Kan tidak jelas siapa yang pinjam, kok dikasih? Kalau menurut saya lebih dipertegas dan diperjelas administrasi pengambilan KTM.” Angga juga menambahkan bahwa KTM tersebut bisa disalahgunakan. “Bisa disalahgunakan untuk pencalonan. Menurut saya ada yang ganjal dari pemilihan ini,” imbuhnya.

Jika memang dibuat persyaratan, angga mengungkapkan bahwa cara tersebut merupakan pelanggaran, “sudah termasuk ya pelanggaran dan menyalahgunakan data diri untuk berbuat kejahatan, untuk kepentingan pribadi. Dipertegas dan diperjelas pengambilan KTM, biar tidak ada kasus-kasus lagi kayak gini,” tutup angga.

Disisi lain, Ainul Irfan penanggung jawab Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Pawaslu) FT menegaskan bahwa dari pihaknya hanya meneruskan keluhan, “ada laporan terkait KTM. Sebelumnya saya tegaskan lagi tugas pawaslu meneruskan keluhan dan laporan. Saya selaku pawaslu menyampaikan kepada panitia pemira (red:pemilu raya), terkait KTM. Nah mungkin secara teknisnya bisa tanyakan keketua penyelenggara, kami hanya meneruskan laporan. Sudah jelas di undang-undang,” ungkapnya.

Mahasiswa teknik industri ini, juga menambahkan bahwa panitia hanya meminta KTM.

“KTM persyaratan sudah dirapatkan atau musyawarah, misalnya himatif 80, gub 10 ktm setiap prodi. Terkait masalah kecurangan disitu, saya rasa tidak ada terjadi kecurangan. Karena disitu kami panitia tidak mengatur pinjam kemana-mana, karena panitia hanya meminta KTM” imbuhnya.

Ketua penyelenggara pemira Muhhamad Lutfi Hidayat mengaku bahwa dari pihak DPM tidak tahu menahu, “dari DPM sendiri tidak tahu menahu, apakah itu termasuk pelanggaran atau tidaknya? Kita belum jelas juga siapa yang meminjam KTM itu, jadi masih belum ada pelanggaran, menurut saya. Karena tidak tahu siapa, sebab, akibatnya, dan bukti belum jelasnya.” Mahasiswa mekatronika ini juga menambahkan, bahwa itu wujud usaha dari tim suskes.

“Kalau menurut saya itu usaha tim suskesnya, yang terpenting dari pihak DPM sendiri murni netral.”

Menanggapi penanggung jawab pawaslu, Lutfi mengaku bahwa belum ada laporan dari pihak pawaslu, “terkait keluhan itu langsung dilaporkan ke pawaslu, nanti dari pawaslu itu dikaji apakah benar, baru dilaporkan terhadap saya. Dari pihak pawaslu sendiri belum menyampaikan ke DPM,” tutup lutfi.

Achmad Jauhari, S.T., M.Kom. selaku wakil dekan III mengungkapkan bahwa trekait peminjaman KTM itu adalah tanggung jawab pihak satpam, “siapapun yang meminjam, harusnya satpam yang bertanggung jawab. Dia yang mengambil, dia yang memberikan. Itu bukan ranah fakultas kita, tinggal laporkan ke satpamnya. Korbannya yang melaporkan,” ungkapnya. Wakil dekan III bagian kemahasiswaan juga berharap supaya yang terbaik yang terpilih, “harapannya supaya yang terbaik yang terpilih,” imbuhnya.

Disisi lain, Prof. Dr. Ir. Rachmad Hidayat, M.T. selaku dekan FT menyayangkan akan hal ini, “harusnya hal seperti itu tidak terjadi. Tapi menurut saya itu, kita kan mau menang dengan cara yang legal jangan sampai kita menang dengan cara ilegal.” Rachmad mengungkapkan bahwa hal seperti ini bisa jadi bahan evaluasi, “memang untuk beberapa syarat pencalonan, ditingkat mahasiswa menyaratkan beberapa KTM. Menurut saya itu sudah bukan waktunya lagi. Mungkin bisa jadi bahan evaluasi buat teman-teman mahasiswa.”

Dekan yang mempunyai gelar guru besar ini, mengungkapkan bahwa perlu adanya pergantian model untuk persyaratan pencalonan, “memang seharusnya itu tidak perlu terjadi, itu termasuk cara-cara untuk menghalalkan segala cara. Mungkin kedepan saya akan memberikan masukan, supaya kita tidak lagi menggunakan model persyaratan KTM itu, lebih baik dengan tanda tangan dan dikonfirmasi ke mahasiswa, karena KTM itu hal pribadi”.

Sedangkan terkait tindak lanjut masalah ini, pihak dekanat tetap ingin menjaga marwah mahasiswa, “saya tidak tahu panismen kepada calon, karena itu di ranah mahasiswa. Kami tidak boleh ikut campur, soalnya kami menjaga marwah bahwa itu proses ditingkat mahasiswa. Menurut saya mereka sudah dewasa, mampu menyelesaikannya sendiri,” tutupnya. (qy, dpb, can)