“Kamu nggak akan menemukan apa apa ketika melihat langit senja. Kecuali kenangan tentang masa lalu yang tiba tiba datang tanpa permisi dan muncul ketika kamu berada disini melihat semburat berwarna jingga itu..” Gadis itu menoleh, menemukan sosok Lelaki sang sumber suara dan tersenyum ke arahnya. Dia tak pernah merindukannya lebih dari ini. Lelaki yang ia rindukan sejak terakhir kali ia bertemu dan tak pernah melihatnya lagi, hingga sekarang kembali melihat orang yang ia rindukan itu.

***

“Aku nggak mau nge buka pintu hatiku buat sembarang orang, Dis. Aku terlalu menjadi pengecut dalam hal cinta. Karena semenjak Papa pergi, Mama harus banting tulang sendirian. Sejak itu hidup Aku, Keluarga kecil kami berubah. Jadi, keadaan membuatku menjadi pemilih. Dan kamu, salah satu yang Aku pilih menjadi sahabatku. Tolong jangan tinggalin aku sama seperti Papa ya? Janji?” Adis mengerang pelan mengingat percakapannya dengan Niluh, gadis yang selama ini mengisi hari harinya, hatinya. Gadis yang paling dekat dengannya, sahabatnya, sekaligus menjadi orang yang paling jauh untuk dapat ia miliki cintanya.

Bagi Adis, menjadi sahabat Niluh adalah hal ter-indah sekaligus penjara bagi hatinya sendiri. Dimata teman sekelasnya, Adis adalah cowok beruntung yang bisa dekat bahkan bersahabat dengan Niluh. Karena Niluh Cantik, Niluh Ramah, Niluh Primadona SMU tempat mereka bersekolah namun karena sifat Niluh yang sangat tertutuplah yang membuat gadis itu hampir tidak memiliki teman kecuali beberapa teman wanitanya dan tentu saja Adis. Namun, Niluh seperti membangun tembok pembatas dengannya karena ikrar ‘Sahabat’ yang sialnya Adis harus terjebak disana.

“Adis? Ngelamun?” sapa Wida, salah satu sahabat Niluh. Jam istirahat baru berakhir 15 menit lagi, dan Adis memutuskan untuk mengahabiskannya dengan menyendiri di salah satu bangku yang ada di pojokan kantin.

“Wida. Niluh dimana?” Adis menoleh mendapati Wida yang langsung duduk di depannya.

“Di kelas sama Adam..” jawab Wida singkat.

“Adam?”

“Iya, Adam. Kamu kan tau kalau Adam naksir Niluh..” jawab Wida santai sambil menyeruput minumannya. ‘Kamu kan juga tau kalau Aku naksir Niluh, kenapa masih di perjelas tentang  hubungan Niluh dan Adam’ jerit hati Adis yang sebenarnya sangat ingin ia teriakkan pada Wida.

“Kamu suka kan sama Niluh?” Wida bertanya seolah bisa membaca isi hati Adis.

“Aku Cuma khawatir Niluh deket sama Adam. Aku sahabatnya Adam, Aku juga sahabatnya Niluh. Adam punya begitu banyak cewek, sedangkan Niluh Cuma gadis lugu yang Aku-pun takut melukai hatinya. Aku nggak bisa lihat Adam dan Niluh berdua terus terusan. Aku takut.” Adis meluapkan apa yang ada dalam hatinya.

“Kenapa Kamu nggak bilang langsung ke Niluh kalau Kamu suka sama dia, dan perasaan Kamu ke dia nggak seperti sahabat seperti yang dia kira?”

“Itu nggak mungkin..” kata Adis sambil berdiri ingin meninggalkan bangkunya.

“Kamu pengecut, kamu biarin Niluh jatuh ke orang yang salah. Sedangkan Kamu bisa memiliki hati Niluh, terlepas dari semua fikiran fikiran Kamu itu. Kamu biarin semua berjalan dengan kesalahan sementara kamu sendiri memilih menjadi penonton pasif.” Wida langsung beranjak pergi meninggalkan Adis yang terlebih dulu berdiri. Bel masuk berdering tepat tiga kali, dan kata kata Wida semakin membuatnya kalut.

***

“Aku pengen Kamu jadi pacar Aku Niluh..” cowok di depannya ini, cowok yang ia mimpikan  selama ini. Namun, semakin lama Niluh ragu akan perasaannya sendiri. ‘apa benar, Adam yang tepat untukku dan memang Aku inginkan?’

“Kamu nggak perlu jawab sekarang, mungkin kamu masih ragu sama apa yang Aku ucapin barusan. Aku nggak mau ada yang terpaksa.” Tambah Adam. Namun akhir akhir ini apa yang Niluh rasakan berbeda, bukan lagi bayangan Adam. Tapi Adis, ya Adis sahabatnya yang saat ini benar benar Inginkan, hanya sahabatnya Wida yang tau kalau yang Niluh inginkan sebenarnya adalah Adis bukan Adam. Status mereka yang hanya sebatas sahabat membuat Niluh ragu untuk mengatakan yang ia rasakan sebenarnya pada Adis, Tapi..

“Aku mau, Aku mau jadi pacar Kamu. Dan dari sekian banyak perkataan orang yang membuat Kamu negatif di mataku, Aku yakin kamu bisa berubah.” Nggak salah kan menerima cinta Adam.

***

“Aku sama Adam, kita pacaran Dis..” kata Niluh. Dibawah naungan mentari senja ini, Niluh dan Adis terbiasa membagi cerita. Dan kali ini, matahari senja nggak lagi membawa cerita bahagia untuk Adis.

“Selamat ya..” dua kata yang Adis ucapkan, suaranya bergetar. Entah apa yang seharusnya ia rasakan, bahagia karena dua sahabatnya bisa bersatu. Atau ia mendengarkan hatinya sendiri yang sedari tadi berkata kalau semuanya ini seharusnya nggak terjadi kalau ia bisa jujur pada dirinya sendiri.

“Jadi, besok waktu pesta dansa kelulusan kita. Aku nggak perlu lagi dansa sama sahabatku. Kan aku udah punya pacar..” goda Niluh sambil memainkan ilalang di tangannya. Adis menatap gadis itu, dan meraih tangannya.

“Semoga kamu bahagia ya sama dia..” ucap Adam. Kedua matanya seakan tepat menghujam ke dalam hati Niluh. Demi tuhan, bukan kata kata itu yang Niluh inginkan. Niluh melepaskan genggaman tangan Adis.

“Ya, tentu saja.” Niluh memalingkan wajahnya dari Adis, matahari senja telah memudarkan harapan Niluh.

“Adis..” Niluh memanggil nama sahabatnya, ia terkejut mendengar suaranya sendiri.

“Ya?”

“Jatuh cinta sama orang yang nggak perduli tentang cinta itu rasanya seperti bertepuk tangan di ruangan yang ber-gema. Semua rasa yang kita miliki akan berbalik, beserta rasa sakitnya.” Itu yang ingin Niluh sampaikan pada Adis, mata Adis menatap Niluh kebingungan. Niluh nggak berharap Adis segera mengerti maksud perkataan-nya tadi, setidaknya ia telah bicara walau tak seperti apa yang ia inginkan.

***

Pesta Dansa Kelulusan SMU..

“Niluh mana?” tanya seorang cowok tambun biang gosip di SMU nya, Boby. Niluh yang mendengar namanya disebut langsung menoleh.

“Ada apa?” tanya-nya lirih. Wajah Boby ber api api, seakan menahan amarah.

“Cowok Lu, mesra mesraan sama sahabat Lu sendiri si Wida! Gue lihat mereka tadi hampir ciuman di parkiran.” Niluh tak sanggup berkata apa apa, ia langsung berlari menuju parkiran. Benar.

“Wida..!” teriak Niluh memanggil nama sahabatnya yang menusuknya dari belakang. Seumur hidup ini suara teriakan Niluh yang pertama, dan ia tak pernah merasa se marah ini pada seseorang. Sebelum Niluh mendekati Adam dan Wida, Adis terlebih dahulu menghampiri Adam dan menyeretnya ke lapangan basket. Adis meraih kerah kemeja Adam.

“Gue selalu pengin lihat dia bahagia, tapi gue nggak pernah punya kesempatan buat ngebuka pintu hatinya. Kenapa sekali saja pintu itu terbuka, harus elo yang merusaknya!!” kata Adis sambil melayangkan kepalan tangannya yang tepat mengenai pipi Adam. Niluh menatap mereka dengan pandangan kosong. Lalu berlari pergi. Adis meraih tangan Niluh.

“Aku sayang sama kamu..”

“Telat Dis! Aku benci sama kamu! Kamu sama aja kayak Wida, kayak Adam. Dari dulu harusnya kamu tau kalau Aku sayang kamu lebih dari seorang sahabat! Tapi kamu terlalu takut buat nyadarinya. Kamu yang membuatku memilih Adam. Aku benci kamu!”

***

Waktu terasa berhenti ketika dua pasang mata itu bertemu..

“Udah berapa lama kita nggak bertemu? Sampai rasa benci-ku sendiri pun telah memudar..” senyum Niluh mengembang melihat sosok Adis.

“Kali ini Aku mau Matahari senja membuat cerita baru untuk hubungan Kita.”

“Ya, mungkin kita perlu jarak untuk memperbaiki semua ini..”

“Kamu sahabatku..” kata Niluh tersenyum.

“Yang paling istimewa..”

Adis merengkuh Niluh dalam pelukannya, tak ingin mengulangi kesalahannya lagi. (Jr)