Sebut saja Mahasiswa, seharusnya begitu. Termasuk suatu golongan penting
dalam masayarakat, penting karena mereka tetaplah rakyat yang tak bisa asal
dibungkam. Tak jarang mereka yang aktif akan tergabung dalam beberapa organisasi
dan menamakan diri mereka sebagai seorang aktivis. Dengan berbagai kegiatan,
sekelompok mahasiswa menciptakan visi dan misi baru yang dipercaya sebagai do'a
mustajab untuk kelangsungan organisasi yang mereka bentuk dalam beberapa periode
kedepan.
Berbeda dengan pelajar, tentu saja kita semua tahu bahwa tingkatan Mahasiswa
lebih tinggi. Dalam status ini, Mahasiswa tidak lagi harus diperintah ataupun didikte
karena memang seharusnya mereka dapat berfikir kritis dan mengkritisi sebuah
keadaan.
Berbicara mengenai kritis terhadap keadaan, kita semua tahu semakin hari harga
kebutuhan pokok semakin melonjak tinggi, hampir atau bahkan tak tergapai bagi rakyat
yang tak berpenghasilan tetap. Disisi lain, ratusan ribu atau jutaan Mahasiswa diluar
sana bernasib tak jauh berbeda karena pada dasarnya mereka adalah produk dari rakyat
biasa, dan sebagian Mahasiswa lain harus bersyukur karena dapat belajar tenang tanpa
gangguan 'Ba Bi Bu'.
Dengan naiknya salah satu harga kebutuhan pokok, maka naiklah semua harga
harga yang lain. Ya, lucu sekali dengan realita yang terus menerus seperti itu. Keadaan
inilah yang membuat Mahasiswa jengah dan merasa harus melakukan sesuatu agar
pemerintah sedikit saja memperhatikan fenomena ini. Dan begitulah, bermunculan
beberapa aksi unjuk rasa beberapa waktu yang lalu.
Entah, unjuk rasa yang beruntun membuat sebagian simpati atau malah jengah.
Beberapa golongan yang memang sepenuh hati berjuang agar pemerintah sadar namun
tak sedikit golongan yang hanya ikut ikutan dengan memasang wajah nasionalis yang
pada hakikatnya justru terlihat ironis. Dengan banyaknya unjuk rasa belakangan ini,
seakan mengingatkan kita pada beberapa aksi besar yang pernah dilakukan mahasiswa
seperti aksi mahasiswa pada tahun 1966 dimana pada saat itu mahasiswa merasa sangatjengah dengan pergulatan tentang PKI. Para menteri yang sewenang wenang dan
juga Mahasiswa merasa sudah tidak adanya keadilan yang menaungi mereka. Lalu pada
tahun 1998 dengan spirit yang sama dan dengan keluhan yang tak jauh berbeda, kita
mendapati Mahasiswa berbaur dengan Masyarakat menyatukan aksi untuk merobohkan
Orde Baru. Menengok pada tahun 1998 pula, kita dapat mengenang dan juga
menyaksikan betapa Mahasiswa berjuang penuh mengorbankan apa saja yang mereka
punya sampai kita dapati kabar bahwa beberapa teman Mahasiswa meninggal dunia
dalam aksi tersebut. Aksi Mahasiswa pada tahun 1966 dan 1998 kembali menjadi
cerminan, sekaligus lubang hitam dimana kita mendapati kondisi pemerintahan yang lagi
lagi tidak stabil akhir akhir ini.
Tak hanya itu, kini bukan saja Mahasiswa yang melakukan unjuk rasa. Beberapa
organisasi masyarakat pun turut memenuhi Headline berbagai surat kabar beberapa bulan
terakhir. Entah apa saja yang mereka inginkan. Tayangan berita pada layar kaca dipenuhi
dengan vidio aksi saling dorong atau mengepalkan tangan seperti hendak memaksa
sesuatu. Ya, memaksa mungkin itu bukan kata yang tepat namun setidaknya kata itu yang
dapat digambarkan.
Entah kenapa dan mengapa. Seperti tiada kata kedaluwarsa untuk mengungkapkan
aspirasi masal selain unjuk rasa. Seperti tiada sinonim untuk menggambarkan unjuk rasa
selain ricuh dan saling memaki. Dari tahun ke tahun, masa beralih, usia bertambah dan
manusia kecil pun tumbuh dewasa. Namun haruskah kita jadikan unjuk rasa, khususnya
kepada Mahasiswa sebagai prototype rusaknya sebuah tatanan masyarakat? (Jr)
Tampilkan postingan dengan label Onani. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Onani. Tampilkan semua postingan
Mahasiswa dan Aksinya
Pesta Demokrasi, Bijak dan Teliti adalah Kunci Kesuksesannya
Sebagai
kaum akademisi, kita telah mengetahui bersama bahwa pemilihan umum atau biasa
kita sebut Pemilu merupakan suatu bentuk kedaulatan rakyat untuk
mengimplementasikan sebuah sistem demokrasi. Dimana pemilu ini merupakan sebuah
mekanisme secara bebas, rahasia, dan tanpa paksaan untuk memilih figur yang
dianggap pantas dan ideal dalam mengisi jabatan-jabatan tertentu. Dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 masalah pemilu diatur dalam
pasal 22E. Untuk undang-undang yang mengatur pemilu, salah satunya adalah
Undang-Undang No.8 tahun 2012. Menurut UU No.8
tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam pasal 1 ayat 1
disebutkan pemilihan umum, selanjutnya disebut pemilu adalah sarana pelaksanaan
kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebagai warga Negara Indonesia, kita
tentu pernah melewati masa-masa pemilu. Bahkan sebagian dari kita terlibat
aktif di dalamnya. Misalkan Pemilu Legislatif yang bertujuan memilih anggota
DPR, DPRD, serta DPD. Selain itu juga Pemilu Presiden dan Wakil Presiden,
Pemilihan umum Kepala Daerah atau kita kenal dengan PEMILUKADA atau PILKADA
untuk memilih Bupati dan Gubernur, hingga pemilihan kepala desa. Waktu kita
menginjak bangku SMA dulu, pemilu juga diselenggarakan untuk memilih ketua
OSIS. Sekarang ketika kita sudah berada di perguruan tinggi dengan menyandang
status mahasiswa, kita juga dituntut untuk turut berpartisipasi dalam memilih
pimpinan di tingkat mahasiswa.
Sebentar lagi rekan-rekan mahasiswa
Universitas Trunojoyo Madura (UTM) akan melaksanakan pesta demokrasi. Dalam hal
ini, mahasiswa diharapkan berpartisipasi secara aktif untuk memberikan suaranya
alias tidak golput dalam memilih pimpinan mereka di tingkat universitas (Presma
dan Wapresma), di tingkat fakultas (Gubernur dan Wakil Gubernur), maupun di
tingkat program studinya (Ketua Umum dan Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Prodi).
Dalam pesta demokrasi ini mahasiswa juga memilih wakilnya yang akan duduk di
lembaga legislatif yakni Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) baik di tingkat
universitas maupun di tingkat fakultas.
Ketika kita mendengar pembicaraan
mengenai pemilu, kita akan langsung berpikir kepada sebuah istilah yang sangat
identik dengan hal tersebut, yakni kampanye. Kampanye merupakan suatu kegiatan komunikasi yang
dilakukan oleh calon pemimpin
untuk memperkenalkan dan mempromosikan diri agar mendapatkan dukungan dari
objek yang ditujunya. Rogers dan Storey (1987)
mendefinisikan kampanye sebagai “serangkaian tindakan komunikasi yang terencana
dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang
dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu”.
Kampanye dapat dilakukan dengan berbagai
cara. Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 2008 Pasal 81, kampanye dapat dilakukan
antara lain dengan: pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, media massa cetak dan
media massa elektronik, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat
peraga di tempat umum, rapat umum, dan, kegiatan lain yang tidak melanggar
larangan kampanye dan peraturan perundang undangan.
Dalam implementasinya kampanye dengan
metode pertemuan tatap muka merupakan hal yang diangap efektif oleh beberapa
orang yang mencalonkan diri menjadi seorang pemimpin. Hal itu dapat dilihat
dari periode pemilu yang sebelumnya dimana para calon pemimpin melakukan
kampanye dengan terjun kelapangan secara langsung, agar lebih dikenal oleh
masyarakat.
Namun perlu diperhatikan oleh
figur-figur yang mencalonkan diri, bahwasanya diperlukan keselektifan dalam
pemilihan metode kampanye yang akan dijalankan. Sebab kebanyakan metode
kampanye yang telah disebutkan di atas hanya efektif untuk meningkatkan
popularitas tanpa mampu mendongkrak elektabilitas. Jadi hendaknya calon
pemimpin lebih teliti dalam pemilihan metode kampanye agar meraih hasil
maksimal seperti yang diharapkan.
Perlu diketahui bersama, jika hanya
popularitas saja yang terdongkrak tanpa disertai naiknya
elektabilitas, maka masyarakat pada akhirnya hanya mengetahui calon pemimpin
dari tampak luarnya tanpa mengetahui secara detail kepribadian dan juga kinerja
yang nyata.
Kita sebagai kaum akademis seharusnya
mengerti serta bisa lebih selektif dalam menentukan pilihan yang tepat untuk
memilih seorang pemimpin dengan memperhatikan beberapa pertimbangan. Misalnya
kita mengkaji ulang serta menelaah secara mendalam mengenai visi dan misi bakal
calon pimpinan. Kemudian mencari tahu karakter yang sesungguhnya, dimana
karakter ini meliputi sifat, sikap, etos kerja, gaya memimpin, serta moral dan
akhlaq. Selanjutnya kita melihat rekam jejaknya terlebih dahulu, karena rekam
jejak merupakan salah satu aspek penting untuk mengetahui kredibilitas seorang
pemimpin. Selain itu kita juga haruss mengerti dan memahami gaya kampanye dan
komunikasi yang diterapkan bakal calon pemimpin dengan masyarakat. Kita harus
teliti apakah kampanye yang dilakukan bakal calon melanggar tata tertib pemilu,
contohnya kampanye hitam, melebihi batas waktu kampanye, money politic, dan lain sebagainya. Kita jangan melupakan pula
sosok yang berada di belakang calon tersebut. Jangan sampai sosok yang berada
di belakang calon adalah oknum yang justru tidak ingin memajukan negara atau
sebuah lembaga organisasi, dan malah mengantarkannya menuju kehancuran. Yang
terakhir, hendaklah kita mendengarkan suara hati nurani kita. Sebab dari dalam
hati nuranilah sesungguhnya sebuah ketulusan dan keikhlasan berasal. (aan/dpr)
BBM naik, Saatnya Mahasiswa Berpikir Kreatif
Isu
paling panas dibulan Maret 2012 ini adalah isu kenaikan Bahan Bakar Minyak
(BBM) bersubsidi yang akan dilakukan Pemerintahan SBY-Boediono pada tanggal 1
April 2012. Kebijakan Pemerintah yang dikatakan tidak pro terhadap rakyat ini
menjadi topik yang selalu diberitakan diseluruh media massa baik cetak maupun
elektronik, tiada hari tanpa berita demonstrasi mahasiswa, buruh dan elemen
masyarakat lainnya ditambah dengan pemberitaan penimbunan BBM bersubsidi oleh
oknum-oknum yang ingin "memancing di air keruh" menambah carut
marutnya keadaan Indonesia. Tapi apakah benar kebijakan Pemerintah ini tidak
pro rakyat?
Isu
kenaikan BBM sebenarnya sudah berhembus semenjak akhir tahun 2011. Kenaikan
harga minyak dunia yang menyentuh hingga $130/barrel menjadi salah satu
penyebab isu ini mulai diangkat seperti yang terjadi pada tahun 2006. Kenaikan
harga minyak dunia disebabkan salah satunya karena pemblokadean teluk di dekat
negara Iran sehingga pendistribusian minyak dunia terhambat. Subsidi Pemerintah
dalam APBN 2012 yang hanya memperkirakan harga minyak dunia maksimal
$110/barrel membuat Pemerintah kalang kabut. Pemerintah beranggapan dengan
subsidi yang terus meningkat hingga menyentuh Rp4500/liter untuk Premium saja
bisa membuat APBN Indonesia yang lebih dari Rp1000 Triliun jebol dan dapat
menghancurkan perekonomian Indonesia.
Perdebatan
terjadi dimana-mana, kelompok-kelompok yang pro terhadap pemerintah terus
mengeluarkan pendapat dan saran sedangkan kelompok-kelompok yang kontra
menggalang massa untuk melakukan protes-protes dan kritikan terhadap Pemerintah
walaupun menurut penulis kedua belah pihak memberikan pendapat yang cukup masuk
akal. Kelompok yang pro tentu berpendapat jika pemerintah tidak menaikkan harga
BBM akan mengakibatkan anggaran yang sudah dianggarkan untuk program yang lain
akan pindah ke subsidi BBM dan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi tidak terjadi
sedangkan kelompok yang kontra menyerukan jika BBM naik maka seluruh kebutuhan
masyarakat akan ikut naik karena BBM adalah komoditas yang sangat penting dan
berpengaruh terhadap kenaikan harga komoditas yang lainnya.
Penulis
bukanlah seorang yang pro terhadap pemerintah tetapi juga bukan kelompok yang
kontra. Akan tetapi melihat sejarah yang ada aksi-aksi penolakan kenaikan BBM
yang sudah-sudah tidak berdampak pada keputusan pemerintah, entah pemerintah
yang tuli atau bagaimana atau pemerintah berprinsip "biarlah anjing
mengonggong kafilah tetap berlalu". Oleh karena itu penulis hanya ingin
berpikir positif saja terhadap kebijakan pemerintah tersebut. Jika BBM
bersubsidi tidak dinaikan pun dapat membuat masalah baru yaitu ketimpangan
harga BBM bersubsidi dengan BBM non-subsidi yang mencapai 2 kali lipat dapat
membuat masyarakat yang sebelumnya menggunakan BBM non-subsidi beralih kembali
menjadi pengguna BBM bersubsidi sehingga subsidi BBM tidak tepat sasaran.
Penulis hanya menunggu tindak lanjut pemerintah setelah harga BBM bersubsidi
itu dinaikan yang isunya mencapai Rp1500/liter menjadikan harga salah satu BBM
bersubsidi yaitu Premium menjadi Rp6000/liter.
Penulis
berpendapat jika benar BBM bersubsidi dinaikan, dana APBN yang dirancang kembali
menjadi R-APBN 2012 yang awalnya untuk subsidi BBM dapat dialokasikan pada
program-program lainnya tentu untuk menggerakan perekonomian Indonesia. Salah
satunya pemerintah mengeluarkan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM)
sebesar Rp100rb-150rb/bulan kepada setiap keluarga miskin selama 9 bulan.
Tetapi penulis kurang sependapat dengan program tersebut karena terbukti pada
kenaikan BBM bersubsidi sebelumnya program tersebut banyak terjadi kecurangan
dan tidak berjalan baik salah satunya adalah banyaknya potongan-potongan oleh
oknum-oknum perangkat pemerintahan dibawah. Mau sampai kapan bangsa ini menjadi
bangsa fakir dan peminta-peminta?
Indonesia
adalah negara demokrasi tentu semua berpendapat benar. Demonstrasi adalah salah
satu wadah demokrasi bagi rakyat Indonesia untuk menyalurkan aspirasinya. Akan
tetapi kenyataanya Demonstrasi selalu berujung anarkis dan disayangkan para
pendemo yang anarkis kebanyakan berasal dari elemen Mahasiswa yang merupakan
para penerus bangsa ini dengan ilmu-ilmu yang sedang dibekali. Menurut pendapat
penulis jangan samakan zaman reformasi ini dengan zaman akhir orde baru dimana
Mahasiswa menjadi ujung tombak masyarakat untuk menjatuhkan pemerintah.
Mahasiswa adalah elemen masyarakat yang intelektual jika melakukan demonstrasi
dengan tujuan hanya membuat Pemerintah Pusing saja dengan demonstrasi yang
berujung anarkis apa beda Mahasiswa dengan (maaf sebelumnya) masyarakat yang
tidak dapat bersekolah hingga Perguruan Tinggi. Demonstrasi yang hingga membuat
masyarakat menjadi apatis terhadap mahasiswa dengan memblokir jalan, memblokir
pendaratan pesawat, menahan kendaraan-kendaraan dinas pemerintah daerah dan
lain sebagainya menjadikan masyarakat yang diawal menjadi korban kebijakan
pemerintah ditambah lagi dengan menjadi korban para pendemo khususnya mahasiswa
yang anarkis yang mengakibatkan kemacetan dimana-mana, mengisi bahan bakar
takut karena dijaga polisi atau TNI bersenjata lengkap dan mengggangu aktifitas
lainnya.
Kembali
pada topik penulisan, penulis berpendapat mengapa Mahasiswa tidak melakukan
aksi-aksi yang dapat berguna bagi masyarakat luas. Mahasiswa sudah dibekali dengan
ilmu-ilmu yang cukup. Mahasiswa harus dituntut kreatif salah satunya adalah
dengan membuat energi-energi alternatif pengganti BBM khususnya yang
bersubsidi. Tentu kabanyakan orang sudah pernah mendengar tentang hal tersebut
Biofuel, BioDiesel , Bioetanol dan sebagainya. Ada yang berpendapat bahwa hal
tersebut sudah tidak berfungsi, menurut penulis mungkin karena Pemerintah yang
bertugas tentang hal tersebut (Kementrian ESDM, Kementrian Pendidikan) kurang
memfasilitasi dan mendukung untuk program tersebut sehingga mahasiswa dan
civitas akademika yang lain menjadi bingung harus kemana mengadu dan meminta
dukungan.
Tentu
untuk melaksanakan program tersebut diperlukan kerjasama yang baik dari
Pemerintah dan civitas akademika. Sinergisitas harus dibentuk dengan sangat
baik untuk menjalankan program tersebut menjadi program jangka panjang dan
berkelanjutan. Alokasi anggaran pada R-APBN 2012 yang awalnya untuk subsidi BBM
akibat subsidi BBM diturunkan dan harga BBM subsidi dinaikkan tentu membuat
banyak anggaran yang berpindah karena tentu APBN 2012 Indonesia tidak dapat
dirubah jumlahnya hanya dialokasikan ke program yang lainnya. Disinilah peran
Pemerintah dan para wakil rakyat untuk memikirkan mau dipakai apa anggaran
tersebut. Menurut Penulis anggaran tersebut dapat dipakai sebagai dana bagi
para civitas akademika khususnya Mahasiswa untuk menciptakan energi-energi
alternatif lainnya contohnya Bio Etanol. Bioetanol sebagai energi alternatif
dapat berasal dari segala macam tumbuhan yang mengandung gula dengan
proses-proses tertentu. Indonesia adalah negara yang besar dan memiliki sumber
daya alam yang melimpah, seperti penggalan lirik lagu band legendaris Koes Plus
"..." hampir semua tanaman dapat tumbuh di Indonesia. Ditambah lagi
tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia banyak menelurkan para orang-orang
pintar tetapi tidak dilindungi dan diberikan sarana dan pra sarana yang memadai
untuk mengembangkan keilmuannya. Dengan dana dari pemerintah yang cukup banyak
penulis berpendapat Pemerintah dapat membangun suatu area yang khusus untuk
melaksanakan program tersebut.
Salah
satu tanaman yang dapat dibuat menjadi Bioetanol adalah singkong. Tanaman yang
sudah sangat terkenal dan dapat tumbuh hampir diseluruh pelosok negeri
Indonesia. Pemerintah bekerja sama dengan civitas akademika (khususnya
Mahasiswa) dan elemen-elemen masyarakat lainnya membangun kawasan Agro-Industri
untuk menciptakan Bioetanol. Dimana di kawasan tersebut dibagi menjadi kawasan
penananaman Singkong, pengelolaan Singkong menjadi Bioetanol hingga pendistribusin
dan pemasaran Bioetanol tersebut. Penulis yakin jika Pemerintah serius dengan
program ini harga BBM bersubsidi juga dapat ditekan karena Bioetanol dapat
dicampur dengan BBM lainnya seperti dinegara-negara maju seperti Jepang
sehingga dapat menekan biaya produksi BBM bersubsidi tersebut dan dapat membuka
lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia yang pengangguran daripada
memberikan BLSM. Program tersebut pun dapat dikelola oleh pihak swasta atau
BUMN seperti Pertamina.
Penulis
berpendapat saatnya mahasiswa menjadi pengubah kehidupan bangsa, menjadi ujung
tombak masyarakat dengan cara yang benar dan sesuai dengan keilmuan nya
masing-masing. Jangan sampai masyarakat hanya melihat mahasiswa hanya menjadi
pendemo yang anarkis dan pengganggu masyarakat tetapi dengan berpikir kreatif
dengan sokongan dukungan dari Pemerintah mahasiswa dapat berkembang dan
menjadikan mahasiswa menjadi PENERUS BANGSA dan terus mengharumkan nama bangsa
Indonesia di mata dunia.
JANGAN
JADIKAN BANGSA INDONESIA MENJADI BANGSA YANG FAKIR MARI BANGUN INDONESIA KEARAH
YANG LEBIH BAIK
HIDUP MAHASISWA.
Menegapkan Dada dibawah Naungan Fakultas Teknik
“JANGAN
BANGGA SEBELUM MENJADI MAHASISWA TEKNIK”, ya kalimat itu sering kita lihat di
sablonan kaos, baliho kampus-kampus ternama dan tak sedikit pula yang
menjadikan kata itu sebagai jargon ORMABA fakultas Teknik. Mungkin secara tidak
sadar itu sebuah kata yang bias menimbulkan sebuah pola pikir mahasiswa
fakultas teknik menjadi menegapkan dada diatas mahasiswa dari fakultas lain.
Bangga ya jadi
Mahasiswa Teknik????
Fenomena
ini sangatlah menggelitik, bagaimana tidak menggelitik jika pola pikir yang
pertama kali tertanam dalam otak teman teman fakultas teknik adalah penegapan
dada bukannya penegapan pola pikir yang taktis, sistematis, dan intelektual.
ini bias berpengaruh dalam kegiatan sosial mahasiswa fakultas teknik. sebagai
contoh yang masih sering kita dengar di media cetak maupun elektronik yang
kerap mepergunjingkan tawuran mahasiswa yang kerap melibatkan fakultas teknik
dengan fakultas lain.
Tentu
hal ini tidak bisa dibiarkan menjadi sebuah lumut yang hinggap di kokohnya
fakultas teknik. memang hal ini sepele akan tetapi bila kita telaah dari kasus
kerusuhan mahasiswa, doktrin-doktrin seperti inilah yang juga ikut mendapatkan
kursi dalam mengubah
pola pikir mahasiswa. Akan lebih baik bila kita sebagai mahasiswa bisa lebih
selektif dengan kata kata ataupun jargon yang masuk kedalam otak.
Kerusuhan
yang timbul diantara mahasiswa tidak semata-mata itu mencuat karna ada
profokator didalamnya, akan tetapi bisa juga faktor kelalaian teman teman
mahasiswa dalam menseleksi kata-kata yang bisa merubah pola fikir kita,
terhadap slogan-slogan yang mengobrak abrik moral kita, terhadap
doktrin-doktrin yang bisa mengurangi nilai MAHASISWA di mata seluruh umat Tuhan
YME.
Dengan mencoba
Berfikir bagaimana memberikan yang terbaik untuk Naungan kita menimba ilmu,
berfikir bagaimana berkontribusi agar lahan kita menimba ilmu menjadi lebih
subur dan produktif, itu bisa lebih baik dari pada berfikir untuk menegapkan
dada dibawah naungan kita menimba ilmu.
( Titung)
Kegelisahan Mahasiswa Teknik
Fakultas teknik merupakan salah satu fakultas yang mempelajari
teknologi-teknologi dan perkembangannya dalam kehidupan sehari-hari. Dimana
kita dapat memperdalam ilmu, menerapkan, serta menciptakan peralatan maupun
pemikiran yang dapat mempermudah pekerjaan manusia. Fakultas teknik masih
dipecah menjadi
berbagai cabang yang fokus terhadap penjurusannya. Contohnya Teknik Mesin, Teknik Industri,
Teknik Elektro, Teknik Informatika, Teknik Sipil dan lain-lain.
Proses pembelajaran di fakultas teknik
bukan hanya melalui penyampaian materi,
namun terdapat praktikum dan praktik kerja lapangan (PKL). Praktikum dan
PKL itu sendiri bertujuan agar materi yang telah disampaikan dalam bangku
perkuliahan dapat langsung diterapkan. Dibandingkan PKL, praktikum merupakan
kegiatan yang sering dilakukan setelah penyampaian materi. Dalam pelaksaannya, setelah mahasiswa
melakukan kegiatan tersebut mahasiswa diwajibkan untuk menganalisa data dan membuat sebuah laporan yang
berfungsi untuk merangkum dan melaporkan semua kegiatan yang telah dilakukan
pada saat praktikum.
Praktikum bagi mahasiswa teknik
merupakan mata kuliah wajib yang harus diambil. Maka
dari itu tidak jarang bagi mahasiswa teknik hanya berfokus terhadap hal
akademik dan apatis terhadap non akademik seperti unit kegiatan mahasiswa
(UKM), organisasi ataupun komunitas. Hal ini karena terlalu sibuknya jadwal akademik yang
ada.
Bagi mahasiswa teknik meluangkan waktunya untuk berorganisasi itu
sangatlah sulit karena waktu yang ada sering kali tersita oleh pengerjaan tugas atau laporan
yang banyak.
Berdasarkan realita yang ada, tidak
dapat dipungkiri bahwa praktikum dan pembuatan laporannya dapat menyebabkan
kejenuhan dan kegelisahan bagi mahasiswa fakultas teknik. Untuk pelaksanaan praktikum kebanyakan
dari mereka tidak merasa terbebani dibandingkan dengan pembuatan laporannya.. Mereka akan merasa lebih terbebani
ketika laporan yang mereka asistensikan itu salah, maka mereka harus melakukan
revisi sementara itu laporan yang selanjutnya harus mereka selesaikan juga.
Apalagi untuk mahasiswa yang mengikuti UKM, mereka akan merasa lebih gelisah karena
harus mengerjakan tugas-tugas praktikum dan kegiatan UKM-nya. Tidak sedikit dari mereka berpikiran bahwa
mereka salah jurusan atau merasakan titik jenuh dari kesibukan yang ada, bahkan ada beberapa yang berpikiran ingin
pindah jurusan ataupun putus kuliah.
Namun jika berbicara tentang
permasalahan tersebut, agar mahasiswa tidak terlalu terbebani oleh laporan,
seharusnya yang paling tepat dan paling
nyaman untuk semua pihak baik praktikan maupun asisten adalah dalam proses
pembuatan laporan itu, tidak perlu berisi tentang hal-hal yang kurang penting,
seperti pengambilan data yang terlalu banyak, sample yang berlebihan, melainkan
cukup dengan beberapa sample tetapi mewakili isi dari praktikum. Hal itu
dilakukan agar praktikan dan asisten merasa nyaman jika sampel atau data
dikurangi otomatis waktu pengerjaanya laporannya semakin panjang dan asisten
juga tidak terbebani.(AS)