SAINT NEWS –  Sampai berita ini ditulis edaran dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Direktorat Jenderal Pendidikan No:  331/E/E2KM/2020 perihal bantuan sarana pembelajaran daring mahasiswa, di Universitas Trunojoyo Madura (UTM) tidak kunjung tuntas. Walaupun Rektor UTM, Muh. Syarif, telah mengeluarkan surat edaran pada (15/04) terkait bantuan kuliah daring, namun banyaknya permasalahan teknis membuat bantuan sebesar Rp. 150.000,- tersebut belum bisa dirasakan mahasiswa.

Belum tuntas, pada tanggal 7 Mei melalui website resmi UTM pihak humas kampus mengeluarkan pemberitahuan perpanjangan pendataan bantuan sarana pembelajaran daring. Ditujukan kepada mahasiswa yang belum mengisi atau memperbaiki data. Namun, hingga saat ini (19/05) bantuan sarana pembelajaran daring tersebut belum juga turun.

Terkait subsidi dari kampus yang belum tuntas, mahasiswa Fakultas Hukum (FH) UTM, Birar Dzillul membuat petisi di laman change.org yang ditujukan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim, dan seluruh kampus di Indonesia. Petisi yang meminta agar ada pengembalian Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan lambannya subsidi ke mahasiswa. Saat reporter Saint News menghubungi pembuat petisi, pihaknya mengaku karena banyaknya curhatan dan keluhan mahasiswa kepadanya.

“Paling dasar, curhatan dan keluhan dari mahasiswa terkait banyaknya tugas dan perekonomian yang turun. Otomatis berdampak tidak adanya uang untuk membeli paket data. Setelah saya buat petisi kok semakin banyak yang buka suara mengeluhkan hal yang sama. Selain itu, jika subsidi dari kampus adalah kalkulasi UKT maka kata bantuan tidak tepat untuk Rp. 150.000,-. Alasan penguat, saya coba kalkulasi terkait mahasiswa yang sudah bayar UKT, sekitar 14 ribu mahasiswa. Sebenarnya, bisa dialokasikan untuk mensubsidi mahasiswa,” jelasnya.

Ketika ditanya terkait sampai kapan, pihaknya mengatakan sampai tuntutan dalam petisinya tercapai. “Sampai tercapai tuntutannya. Setidaknya itu subsidi bisa dirasakan mahasiswa. Apapun nanti jadinya,” tambah Birar.

Sementara itu mahasiswa prodi Sosiologi UTM, Gagas, sepaham dengan petisi yang ramai diperbincangkan tersebut. “Saya setuju dengan petisi itu. Ya, kalau tidak 30% minimal 20%.”

Senada dengan Gagas, Mahasiswa FH UTM, Jufri, juga sepaham dan mendukung petisi tersebut. “Saya sangat mendukung petisi tersebut. UKT dikembalikan 50%. Karena pada awal semester hanya masuk beberapa hari lalu diliburkan.”

Gubernur Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB), Muhhammmad Malik Latif, mengungkapkan petisi itu hal yang wajar. “Kataku itu suatu hal yg wajar dan itu hak bagi semua mahasiswa UTM untuk memberikan suatu kritikan ke pimpinan. Selain itu saya rasa semakin banyak yg menekan pimpinan kampus justru menjadi suatu hal yg positif, sehingga apa yang di keluhkan mahasiswa bisa di dengar oleh pimpinan,” jelasnya.

Tidak jauh berbeda,  Gubernur Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya (FISIB), Ahmad Faiq, juga berpendapat sama. “Masuk akal dan wajar, karena mahasiswa pada semester ini tidak merasakan secara penuh pelayanan dari kampus karena pandemi corona ini. Mungkin, itu bisa menjadi pertimbangan buat pimpinan UTM.”

Gubernur Fakultas Teknik (FT), Muhamaad Alfian atau Tejo turut sepakat dengan pengembalian UKT. “Saya sepakat dengan pengembalian UKT. Seharusnya 2/3 dari UKT yang kita bayarkan karena selama ini kita tidak menerima fasilitas, saspras, dan ditambah harus beli kuota untuk kuliah daring,” paparnya.

Disisi lain, Kurdi ketua umum DPM KM UTM memilih untuk tidak mengisi petisi tersebut. “Saya pribadi juga berharap seperti itu, kalau bisa UKT ditiadakan. Namun, apakah bisa? Saya tidak mengisi, karena tidak ada legalitasnya,” ungkapnya.

Sedangkan presiden mahasiswa UTM, Khairul Amin, menanggapi bahwa perlu adanya kajian lebih mendalam sebelum mengeluarkan petisi. Selain itu pihaknya menghimbau agar apapun tuntutan dan keluhan mahasiswa disampaikan kepada lembaga perwakilan kemahasiswaan.

“Setiap mahasiswa punya hak yang sama dalam berpendapat termasuk mengeluarkan petisi, bikin pamflet, dan lain sebagainya untuk menyuarakan aspirasinya.  Namun alangkah lebih elok jika dikaji lebih dalam lagi sebelum menuntut sesuatu, sampaikan ke BEM dan DPM sebagai lembaga perwakilan kemahasiswaan. Sebenarnya, dalam surat terbuka pertama yang dikeluarkan oleh BEM KM juga meminta pengembalian UKT 30% namun ternyata hasilnya nihil, hanya berupa uang/paket/pulsa senilai 150 bantuan daring,” jelasnya.

Dari pihak dosen, Dekan Fakultas Pertanian (FP) UTM, Slamet Subari, menyatakan terkait sikap mahasiswa tersebut yang berhak berkomentar adalah rektor. “Maaf mbak, saya tidak punya wewenang untuk mengomentari hal tersebut. Itu adalah ranah Rektor dan warek II. Prinsipnya kalo itu adalah hak mahasiswa ya harus diberikan. Terkait dengan keterlambatan pencairan mungkin bisa dikonfirmasikan langsung pada pimpinan UTM,” paparnya kepada reporter Saint news.

Menanggapi petisi tersebut, wakil rektor II bagian Bidang Administrasi dan Keuangan, Abdul Asiz Jakfar, menyatakan bahwa kebijakan harus melalui rapat pimpinan terlebih dahulu. “Belum ada pembahasan di pimpinan, harus sesuai dengan BKT dan UKT mahasiswa UTM. Belum jadi kesimpulan dan kebijakan harus melalui rapat pimpinan. Seperti, bantuan paket data melalui rapat pimpinan,” ungkapnya ketika dimintai keterangan via WhatsApp. (can, dpb, din, li)