Jiwa meronta, gelisah, goyah, tak terarah

Resah, tercabik-cabik, bagai puing kehilangan bentuk

Lemah, bersandar pada ranting yang patah,

Pasrah merunduk sujud dalam hamparan sajadah.

 

Hari ini kami berkumpul  di bawah teriknya mentari

Diantara rerumputan dan pagar besi berduri yang menjadi tirani

Lemas tertindas, luruh, lusuh di bawah

Bayang-bayang kelabu para penindas

Manajemen kapitalis yang culas feodallistis

 

Waduh celaka apa dikata

Ketika hati tersadar terlempar angan dalam mimpi menelan bulan besi

Menelan limbah industri bersama dokumen-dokumen pengangguran

Buruh-buruh muda membungkuk pada mesin

Mati sebelum waktunya, menelan kesesakan jembatan pejalan kaki

 

Hidup bergelimang karat

Tak bisa menelan seakan ingin kumuntahkan

Keluar dan terurai di tanah para leluhurku

Menjadi puisi yang memalukan.

 

(Zr)