Pemilihan Umum Raya Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Trunojoyo Madura (Pemira FT-UTM) menjadi rutinitas ajang tahunan yang wajib dilaksanakan oleh seluruh mahasiswa FT dan jajarannya. Tentu persiapan dan kematangan Pemira FT 2022 menjadi tanggung jawab penyelenggara, Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa FT (KPUM-FT). Agenda acara yang memang semestinya mendapat perhatian besar karena akan menjadi gambaran umum pemimpin bagi mayoritas mahasiswa FT untuk satu periode ke depan. Apalagi keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pemimpin ini akan membawa dampak besar bagi mahasiswa FT. Maka memilih mereka bukan sebuah permainan poker yang menjadi ajang permainan kartu keluarga. Saling memasang taruhan dengan porsi-porsi tertentu dari beberapa kubu perihal mana yang terbaik. Yang perlu diingat, ini bukan suatu proses gambling, melainkan proses pemilihan yang demokratis.

Sayangnya, pencerminan demokrasi pada Pemira 2022 hanya cuap-cuap yang dibesarkan oleh manusia yang tidak piawai. Pada realita yang diperlihatkan tidak sepadan dengan perkataannya. Dapat kita lihat melalui kinerja Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa FT (KPUM-FT) yang dari tahun ke tahun juga ikut mewarisi kinerja buruk dari pemegang mandat sebelumnya. Pemira memang tradisi tahunan yang harus dilaksanakan, tetapi kesalahan bukan hal yang harus ikut dijadikan tradisi yang ditekuni setiap tahunnya. Bukan ingin terlihat bungah dan angkuh, ataupun merasa lebih benar dari kebenaran itu sendiri. Mari sedikit flashback pada Pemira 2021 dan kinerja KPUM-FT di tahun itu. Penyebaran informasi terkait beberapa kegiatan yang terlalu mepet juga mendadak dan persiapan yang kurang juga terkesan tergesa-gesa.

Hal yang perlu dipertanyakan, apakah ini sebuah efek domino berkepanjangan dari pemangku kepentingan sebelumnya? Dosa-dosa lama bukan dihapus, justru dipelihara dan mulai mengembang-biakan dosa baru. Ini bukan sebuah kalimat sarkasme belaka, melainkan situasi dan kondisi pada kenyataan yang menampar kita semua. Mari kita tilik dari hal paling sederhana, diketahui sempat beberapa kali KPUM-FT mengunggah sebuah postingan feed Instagram di akun @kpumft_utm, milik mereka. Namun, tidak beberapa lama dari waktu tersebut postingan dihapus dan mengunggah postingan yang sama. Ternyata, terjadi kesalahan pengunggahan informasi. Iyups, terdapat halaman yang tertinggal dari informasi yang diunggah pertama kali pada salah satu postingan milik mereka.

Terlihat sepele memang, tapi hal tersebut (mungkin) terjadi karena miskomunikasi antar pengurus KPUM-FT. Kalau satu hal saja bisa timbul kesalahan penyampaian, bagaimana dengan hal lainnya? Sebagai pengurus yang terpilih dari bakal-bakal calon yang sudah terseleksi dengan baik, maka kemampuan berkomunikasi antara beberapa kepala juga pastinya sudah memadai. Namun, miskomunikasi hanya dapat terjadi jika konteks yang diberikan tidak cukup jelas untuk memaparkan tanggung jawab dan peran-peran sebagai seorang mandataris. Kondisi ini juga akan menimbulkan ambiguitas persepsi/penangkapan informasi beberapa orang di bawahnya.

Tidak perlu diherankan lagi beberapa informasi yang dipublikasikan suka terkesan plin-plan dan tidak konsekuen. Dengan demikian,  timeline kegiatan yang dibuat juga dapat berubah-ubah sesuka hati. Sikap plin-plan seperti ini juga ada kaitannya dengan bagaimana ketegasan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan. Orang-orang tanpa prinsip dengan gampangnya merubah putusan apabila ditemukan hal lain yang dianggap lebih baik dari pertimbangan sebelumnya. Namun, sebuah pertimbangan yang diputuskan tentu didapat dari penilaian banyak hal kan? Kalau begitu, hal ini terjadi sebab tidak adanya kematangan dalam proses penentuan keputusan tersebut. Padahal sebagai suatu kelembagaan, setingkat KPUM-FT yang memegang keputusan tertinggi dan tanggung jawab terbesar, ialah pemimpin kelembagaan itu sendiri.

Sebagai pemimpin suatu lembaga yang cukup krusial. Apakah ada kemungkinan, kurang matang dalam pengambilan keputusan? Mungkin juga, diakibatkan pikiran yang terpecah fokusnya dengan beberapa hal. Karena kematangan putusan dapat diraih apabila terfokuskan dan dengan pikiran yang tenang. Usut punya usut, ketika kami berusaha mewawancarai Ketua KPUM-FT, Makmum pada 26/12 untuk menanyakan terkait Konsep dan Teknis Pemira FT 2022. Ia tidak dapat ditemui secara tatap muka karena sedang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T). Oh, ada kesibukan lain ternyata. Namun, apa ini sesuatu yang bagus untuk dimaklumi?

Belum berhenti sampai di situ, ketika berusaha menghubungi pada hari yang sama (26/12) Kepala Divisi Badan Hukum, Achmad Sahal dan Sekretaris Umum, Siti Rofikoh. Baik keduanya tidak dapat ditemui untuk menanyakan seputar teknis dan konsep Pemira FT. Bahkan, di tengah kesibukkan dan tanggung jawab pengurus KPUM-FT, mereka masih sempat meninggalkan tanggung jawab itu dengan pergi keluar kota dan mengurusi acara keluarga di rumah. Memang tidak bisa dipungkiri, jika setiap orang punya urusan pribadi dan mereka merdeka atas keperluan/kebutuhan masing-masing.

Akan tetapi, hal terjanggal disini. Bagaimana bisa secara bersamaan pada satu hari yang sama, ketiga pemangku mandataris yang terpenting malah tidak jelas juntrungannya?                              (red: ujungnya/pendiriannya). Padahal jika ditelaah kembali, apabila suatu pemegang tanggung jawab sedang berhalangan untuk menjalankan tanggung jawabnya tersebut. Maka, akan turun satu tingkat di bawahnya sebagai penentu keputusan dan penanggung jawab selanjutnya. Lalu, bagaimana alur pengambilan keputusan di dalamnya? Bagaimana jika ada keluhan dari para pengurus lainnya? Bagaimana jika ditemukan masalah dalam pengkoordinasiannya? Jaman memang canggih, tapi mengkoordinir sesuatu lewat jarak jauh dan (mungkin) dengan kapasitas komunikasi yang belum cukup baik. Apakah tidak semakin memperparah?

Melihat kondisi yang demikian, sebagai sesama mahasiswa teknik dengan kesibukkan seabrek. Tentu, akan terasa betapa berat dan lelahnya pundak ketua KPUM-FT atas anak buah yang memegang peran sentral dengan kapasitas sebatas itu. Namun tetap saja, hal seperti itu tidak bisa menjadi toleransi bagi kinerja yang kurang baik. Kerja tetaplah kerja, tidak peduli alasan apapun yang menyangkut urusan personal. Kalau memang tuntutan yang ada di depan harus mengorbankan sesuatu dari kita. Maka, kerjaan dan tanggung jawab harus beres dulu ya kan? Jika memang tidak kuat, ada baiknya mengundurkan diri sedari awal. Dalam hal ini tidak memilih mengambil mandat yang ada jauh lebih bagus daripada ujug-ujug keteteran dan hasilnya berantakan. Berambisi itu boleh saja, tetapi menilai kemampuan diri sendiri jauh lebih penting.

Jika sudah demikian, persiapan KPUM-FT yang terkesan main-main dan tidak ada kesungguhan dalam pelaksana Pemira kali ini, memang tidak perlu dipertanyakan lagi. Namun mengevaluasi kesalahan KPUM-FT sudah menjadi tanggung jawab bersama dalam kolam tai yang disebut demokrasi. Para pemegang kekuasaan yang secara sadar melakukan sebuah kesalahan, bukankah seharusnya memiliki kesadaran juga untuk membenahi diri mereka sendiri? Pertanyaan terakhir saya, akan sampai kapan seperti ini terus? Heran. (ast)