Film Dilan ‘1990’ baru-baru ini booming di kalangan remaja. Khususnya, di kalangan siswa SMA. Namun sebelum film ini tayang, ada beberapa pro dan kontra mengenai film ini. Sebelum itu, bahas dulu tentang penonton film ini. Ada dua kategori dalam penonton film ini. pertama mereka yang membaca novel terlebih dulu setelah itu baru menonton filmnya. Kedua mereka yang menonton filmnya dulu baru membaca novelnya (Kalau saya sih yang kedua). Pasti ada kesan pesan tersediri dari mereka. Ada yang kecewa karena film yang ditayangkan tidak sesuai dengan expektasi mereka. Ada juga yang puas karena film tersebut mampu membuat baper para penonton dengan gombalan pelik milik sang panglima tempur.

Sekarang berlanjut ke dampak yang di timbulkan oleh film yang sedang digandrungi para remaja ini. Dampak positifnya dulu ya. Banyak dampak positif yang di ambil dari film ini. Pertama, mengajarkan kita bahwa dont jugde a book by its cover. Jangan melihat seseorang dari luarnya. Dilan mengajari kita bahwa seorang bad boy tidak hanya pandai dalam berkelahi, tawuran dan hal-hal negatif semacamnya. Namun dia juga harus pandai dalam hal akademiknya. Kedua, Setia kawan. Kalian pasti lihat bagaimana seorang Dilan membela temannya. Dia tidak pernah meninggalkan temannya. Meskipun kita tau, cara dia salah untuk menunjukan hal tersebut. Bandingkan dengan jaman sekarang, bukan hanya teman bahkan keluarga pun bisa saling menjatuhkan. Ketiga¸ Dilan mengajari kita bagaimana menaklukkan hati seorang perempuan dengan cara sederhana. Sekedar tips buat kalian yang bingung buat dapetin hati gebetan. Kayaknya kalian harus belajar banyak dari novel dan film ini. Perempuan itu tidak meminta hal yang muluk-muluk tapi dia hanya minta hal yang sederhana namun berkesan. Melankolis banget jadinya. Kembali ke topik. Sebenarnya jika dibahas satu persatu, akan banyak sekali hal yang dapat di petik dari film ini.

Selanjutnya, membahas tentang dampak negatif dari film ini. Jika kita lebih kritis lagi, maka film ini memiliki banyak sekali dampak negatif daripada dampak positif. Sama halnya dengan dampak positif, disini hanya akan di bahas tiga dampak negatif. Pertama, film ini banyak mengandung unsur kekerasan yang tidak patut untuk dicontoh. Hampir sama dengan remaja jaman sekarang yang mudah tersulut emosinya. Sama hal-nya dengan Dilan, dalam adegan melawan Suripto sang guru atau Dilan yang menghajar habis-habisan Anhar karena menampar Milea. Tapi itulah masa remaja. Harusnya setelah menonton film ini, kalian para remaja harus pintar-pintar mengatur emosi kalian bukan malah meneladani sosok Dilan supaya terlihat keren layak Dilan. Ayolah! Dia hidup di masa yang masih old dan kalian sudah hidup di jaman yang now. Jelas beda lah. Kedua, film ini terlalu frontal dalam pengucapkan kata ‘pelacur’ pada adegan Milea yang makan berdua dengan Nandan di TVRI Jakarta dan dipergoki Beni. Memang film ini mengambil dari novel. Tidak menyalahkan sih hanya saja. Film ini tidak hanya dilihat oleh para makhluk yang hidup di ‘1990’ untuk bernostalgia di masa SMA-nya tetapi juga para remaja yang masih labil dengan pendirian mereka. Para siswa yang sedang mencari jati diri. Kalian pasti pahamlah dengan kalimat tersebut. Lagi-lagi kita harus memilah mana yang patut diambil dari film ini dan mana yang harus diabaikan. Ketiga, yang ini kalian harus benar-benar terapin ya. Masih ingat adegan Dilan yang melawan Suripto. Terlihat jelas bagaimana Dilan sangat tidak terima dengan perlakuan Suripto. Perlawanan siswa terhadap guru adalah kesalahan yang besar. Guru seharusnya dihormati dan disegani. Tapi jika dalam posisi Dilan, maka Dilan juga tidak sepenuhnya salah. Dia hanya melawan ketidakadilan. Tapi tetap saja itu tidak benar. Meskipun dalam novelnya juga dijelaskan bagaimana sosok Suripto yang bisa dibilang sebagai guru yang mesum. Sekali lagi ambil hal yang baiknya saja ya. Melawan ketidakadilan boleh-boleh saja, harus malah tapi dengan cara yang tepat ya.

Terakhir, film ini memang berhasil membuat para makhluk yang hidup di tahun ‘1990’ memutar kembali ingatan mereka dengan cinta di masa remajanya. Bahkan untuk mereka yang tidak hidup di jaman itupun ikut merasakan bagaimana kehidupan di jaman itu. Jaman yang belum ada internet atau hal semacamnya. Hanya buku yang menjadi jendela dunia. Film ini cukup menarik. Memperlihatkan bagaimana Indonesia kala itu, lebih tepatnya Bandung kala itu. Dimana masih banyak geng motor yang berkeliaran dan saling membuat rusuh. Bandung yang masih asri dengan sepi jalanan dan pohon pohon yang masih banyak terlihat. Dan kehidupan remaja pada tahun ‘1990’ ada siswa yang terlalu monoton menghabiskan waktunya di sekolah ada juga siswa yang menghabiskan waktunya dengan menjelajah kehidupan di luar layaknya Dilan. Tidak beda jauh dengan jaman sekarang.

Sedikit kata-kata bijak dari saya, jangan pernah kamu ingin menjadi sosok seperti Dilan, tapi jadilah sosok dirimu sendiri. Karena menjadi diri sendiri kalian akan jauh lebih disegani. Dilan ya Dilan. Kamu ya Kamu. Kalian hidup di jaman yang berbeda (Ve).