28 Oktober 1928 menjadi salah satu hari bersejarah terutama bagi para pemuda-pemudi di Indonesia. Pada saat itu kondisi di Indonesia sangat miris, ketertindasan inilah yang membuat para pemuda bertekad untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Kita mengetahui terdapat 3 butir sumpah yang ditulis oleh Moch. Yamin. Sumpah ini dibacakan saat Kongres Pemuda II dan ditutup oleh lagu “Indonesia Raya” Karya W.R. Soepratman.

Isi dari sumpah pemuda :

  1. PERTAMA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia.
  2. KEDOEA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia.
  3. KETIGA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia.

Sumpah Pemuda merupakan satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan bangsa kita. Ikrar atau janji atau sumpah ini dianggap sebagai kristalisasi semangat para pemuda Indonesia.

Lalu sebenarnya apa makna dari sumpah pemuda ini terutama di kalangan mahasiswa atau generasi saat ini? Apa kita sebagai generasi muda hanya diam dan menikmati kemerdekaan dengan bersenang-senang, berfoya-foya, dugem, clubbing, mabuk-mabukan, narkotika, kriminalisme? Tentu jawabannya “Tidak” tapi jika kita membuka mata dan melihat dunia luar maka sumpah pemuda itu hanya menjadi omong kosong. Sekarang kita analisa dari peristiwa kejahatan di luar sana. Malah kejahatan-kejahatan tersebut cenderung dilakukan oleh mahasiswa bahkan pelajar yang masih dibawah umur. Contohnya saja, banyak berita yang menyiarkan tentang pemerkosaan seorang gadis yang dilakukan oleh pelajar dibawah umur. Ada lagi tentang seorang mahasiswa yang menjadi pengedar narkoba tertangkap basah sedang melakukan transaksi di kos atau rumahnya. Dan yang paling sering terjadi adalah tawuran antar pelajar, bahkan sampai ada korban jiwa yang tak bersalah.

Lalu dimana penerapan sumpah pemuda itu? Jika seperti itu yang terjadi, maka pemuda-pemuda yang hadir di Kongres Pemuda, yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sampai mengorbankan nyawa mereka, yang mempunyai tekad yang kuat supaya bangsa kita merdeka adalah sia-sia. Perjuangan mereka hanya sebagai sejarah belaka tanpa ada aplikasi di jaman yang semakin maju ini. Sungguh! Sangat miris sekali negara ini.

Jika sudah ssperti itu? Siapa yang salah disini? Apa negara? Pemerintah? Pemuda? Atau bahkan orang tua? Bukan. Mereka tidak salah, yang salah adalah mental dari pemuda Indonesia. Jika di tela’ah dari butir pertama sumpah pemuda  yang berisi “. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia” yang mempunyai makna bahwa pemuda indonesia harus mempunyai sikap yang cinta tanah air, rasa ingin tau yang tinggi, cerdas, dan bertanggung jawab. Sikap-sikap tersebut dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia di negara ini. Misalnya ditunjukan dari hal-hal yang sepele yaitu mencintai produk-produk dalam negeri dan melestarikan budaya-budaya Indonesia. Jika bisa, harusnya sebagai pemuda kita harus bisa menujukan budaya kita ke luar negeri. Jangan malah kita yang terjajah oleh budaya dari luar negeri.

Lanjut ke butir sumpah pemuda yang kedua, isinya “Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia.” yang bermakna bahwa sebagai pemuda kita harus mengalahkan ego kita atas sutu golongan, suku, ras dalam kehidupan bermasyarakat.  Selain itu kita juga harus mempunyai sikap toleransi, tenggang rasa, saling menghargai dan menghormati antar warga negara. Misalnya dalam suatu perkumpulan karang taruna. Kita mempunyai pendapat untuk memajukan karang taruna tersebut. Pendapat kita dinilai kurang tepat oleh anggota lain, sedangkan ada anggota lain yang mempunyai pendapat yang lebih tepat. Lalu pendapat kita tidak diterapkan, kita langsung marah dan meninggalkan forum tersebut. Ayolah gengs! Jangan jadi pemuda yang mudah terbakar amarahnya hanya karena pendapat atau saran kita tidak disetujui. Jika kita menjadi pemuda yang mudah tersulut emosinya, apa kabar Indonesia nantinya? Nantinya malah kita akan mudah terjajah oleh bangsa lain akibat emosi kita yang mudah terbakar. Ingat ya! Bangsa Indonesia ada di tangan pemudanya bukan di tangan pemerintahannya. Seperti kata bapak presiden kita yang pertama, Ir. Soekarno “Berikan aku 1000 orang tua niscaya akan kucabut semeru dari akarnya dan berikan aku 10 pemuda maka akan kuguncang dunia.”

Dan yang terakhir berisi “Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia.” Nah! Isi dari butir ketiga ini yang berkesan menurutku. Bahasa. Jika ditelusuri dan diidentifikasi, bahasa indonesia sekarang jarang banget digunakan oleh pemuda pemuda generasi sekarang. Kalian pasti pernah denger ucapan-ucapan dari teman kalian “Kalo pengen gaul harus ngomong pake bahasa gaul biar nggak kudet” adalagi yang bilang “Ah nggak gaul loe, masak ngomong pake bahasa yang formal.” Benar memang isi dari sumpah butir ketiga ini, bahasa adalah alat pemersatu bangsa. Gini ya! Teman-temanku, tidak ada yang melarang kalian memakai bahasa gaul atau bahasa bahasa alay lainnya. Tapi kita harus bisa menyaring bahasa yang berkembang pada era globalisasi ini atau biasa disebut generasi “micin” atau “kids jaman now” atau apalah itu. Jadilah pemuda yang cerdas dengan tidak menghilangkan penggunaan bahasa indonesia yang baik dan benar.

Masuk ke alinea kesimpulan, setelah aku bicara panjang lebar tentang sumpah pemuda kesimpulannya sangat sederhana. Jika kita ingin memperbaiki Indonesia, jangan perbaiki pemerintahnnya tapi perbaikilah mental dari warga negaranya terutama para pemuda pemudanya. Sebagai pemuda harus bisa mengetahui kemudian menerapkan nilai-nilai sumpah pemuda. Jangan hanya bisanya tawuran sana sini, demo sana sini, , dugem, clubbing, mabuk-mabukan, narkotika, dan sodara-sodaranya. Jadilah pemuda yang cerdas, yang bijak, dan bertanggung jawab. Hari sumpah pemuda itu jangan digunakan untuk aksi demo besar-besaran menuntut keadilan dari pemerintah tapi gunakan untuk mengkritik jalannya pemerintahan di negara ini. Contoh adakan pertemuan atau bahasa lamanya “kongres” dari perwakilan pemuda di seluruh Indonesia untuk mengkritisi kinerja pemerintahan (Ve).