“Ra, !!!” panggil seseorang dari belakang.

Sepertinya aku kenal, ku toleh sumber suara itu.

DDDEEEGGG !!!!

Adit?  kenapa dia manggil aku. Ada urusan apa?aduh.. nih anak, manggil-manggil, jadi porak-poranda kan hatiku..

“Ra, tunggu bentar !” lontarnya dengan suara sedikit mengeras. Setelah Aku berhenti dia setengah berlari ke arahku.

Aduhh makin berantakan nih hatiku, rasanya tuh seperti mocca dicampur susu. Manis-manis pahit. Hufftt !!

“Ada apa, Dit?”  kucoba untuk tetap seperti biasanya. Kuatur semua kericuhan di hati yang ingin mengungkapkan perasaan yang selama ini 3 tahun ini ku pendam.

“Aku mau pinjam buku Fisika, soalnya tadi Aku ada urusan. Jadi nggak bisa ikut. Boleh kan?”

“Iya boleh,” Aku membuka resleting tas ku dan mengambilkan buku untuk Adit.

“Ini bukunya,” Aku memberi buku bersampul biru itu.

Dia mengambilnya, “Aku pinjam dulu ya! Thanks!!”

Aku hanya menganggukkan kepala, tak sengaja kulihat berhenti di depan seorang gadis. Ya! itu dia Berlian, gadis yang sangat dia cintai. Dia berhenti sejenak dan sempat berbicara. Entah apa yang dibicarakannya. Pandanganku tak beralih, sampai mereka berlalu pun Aku tetap menatapnya. Menatap jejak kepergian mereka.

Kenapa bukan aku ya? Gadis itu memang benar-benar beruntung. Bidadari terindah yang ada dalam hidupnya. Meskipun aku menginginkan Adit tetapi aku tak pernah tega untuk menghancurkan hubungan mereka.

***

Kuhempaskan tas ku ke tempat tidur, mataku tertarik pada sebuah kalender di meja belajarku. Yaps! 17 Oktober 2014, tepat 3 tahun mereka berpacaran. Mungkin saat ini, mereka sedang berada di Kafe dan hanya mereka di sana. Adit memegang tangan gadis itu dan berkata “I LOVE YOU

kenapa aku jadi mikirin mereka? Nyesek lagi kan? DASAR KODOK… jadi ingat kejadian itu kan !

“Lian, aku.. aku..”

“Apa, Dit? Kok kamu ngomong kayak orang gagap sih?”

“Aku.. aku.. mau ngomong sesuatu sama kamu?”

“Mau ngomong apa?”

“Aku.. aku.. aku cinta sama kamu,” ceplosnya dengan menekuk wajahnya, kakinya menyerak-nyerak tanah.

Apa Adit nembak Berlian? Aku nggak salah dengar kan? Oh Tuhan, selamatkan hati ini dari semua bencana ini.

Aku meninggalkan tembok persembunyianku, aku berlari terus saja berlari tak tau di mana aku akan berhenti.

“Ra, kenapa kamu menangis?” seseorang memegang tanganku saat berpapasan denganku.

“Lepasin tanganku,” aku mencoba melepaskan cengkramannya.

“Oke, aku lepasin tapi kamu cerita,” tegasnya. Kuanggukan kepala. Perlahan dia melepaskan tanganku.

Aku memeluknya dengan serentak, “Adit nembak Berlian, tadi aku tidak sengaja melihatnya,”

“Apaaa?” dengan wajah terkejut. “Kamu yang sabar ya?” dengan mengelus rambutku pelan.

Tuh kan kata-kata Adit masih jelas dibenakku. Teringat juga saat peristiwa menyakitkan itu.

“Dit?” panggilku pelan

Saat kita sedang mengerjakan tugas kimia, kebetulan aku satu kelompok dengannya, sebenarnya sih ada 3 orang, tapi Nina lagi pergi membeli makanan. Yah ! bisa dibilang kesempatan emas, aku bisa berdua saja dengannya.

“Iyaa,” tatapannya masih berada dilaptopnya, menengokpun tidak.

“Kamu pacaran sama Berlian?” dia menoleh dengan wajah sumringah

“Iya Ra, kemarin aku nembak dia. Aku senang sekali dia mau jadi pacarku,” cerocosnya dengan penuh kebahagiaan.

Apa aku tega merusak kebahagiaannya? Jelas aku tak pernah tega, dia begitu bahagia, sangat.. sangat.. dan sangat bahagia.

“Apa kamu benar menyayanginya?”

“Iya, aku sangat menyayanginya, lebih dari diriku sendiri,” Tatapan itu masih belum berpaling dariku. Salah satu yang aku sukai darinya, dia pasti akan menatap lawan bicaranya.

“Emm.. yaudah kamu lanjutkan mengetiknya,” kataku berusaha tersenyum.

Oh Tuhan tetap jaga hati ini, supaya dia tetap tegar dan jaga juga air mata ini supaya tidak jatuh oleh perkataannya tadi.

Kukeluarkan buku diary-ku, rasanya aku ingin mencurahkan isi hatiku pada buku ini. Tetapi tiba-tiba,

“Aduuuh !!!” terkejut dengan teriakanku, Adit spontan menoleh

“Kamu kenapa, Ra?”

“Perutku sakit, aku ke kamar mandi dulu ya?”

“Iya, hati-hati ya.”

Aku cepat-cepat pergi kekamar mandi tanpa menghiraukan perkataan Adit. 5 menit aku dikamar mandi, saat aku kembali Adit tengah membaca diaryku.

Oh my God, oh my now, oh my woww, kenapa dia bisa baca buku diaryku?”

“Adit, apa yang sedang kamu lakukan?” dengan wajah gugup.

Dia menoleh, “Maaf Ra, tadi bukumu jatuh dan terbuka, aku mengambilnya dan tak sengaja aku membacanya. Maaf ya Ra! Aku lancang.”

“Apa kamu sudah tau semuanya?”

“Iya Ra, kalau kamu suka kenapa kamu tak pernah cerita? Kenapa kamu nggak ungkapin?”

“Aku takut.”

“Kenapa harus takut? Selama ini aku menganggapmu teman. Maaf aku belum bisa balas cintamu.”

“Tak apa Dit, cukup jadi pengagummu aku sudah senang. Makasih kamu udah mau jadi temanku.”

DASAARR BODOH !!! kenapa Aku masih saja ingat kejadian menyebalkan itu. Kapan Adit bilang, Clara, Aku mencintaimu.

***

            Bel pulang telah berbunyi, Aku memilih keluar belakangan. Setelah selesai membereskan buku. Aku keluar kelas.

“Begitu beruntung kamu, Lian punya Adit yang sangat menyayangimu,” kataku lirih, ketika aku melihat Adit berjalan ke kelas Berlian. Mereka sempat berbincang-bincang sebentar dan pergi ke arah parkiran.

Begitulah yang setiap hari mereka lakukan saat akan pulang bersama.

“Dan sebentar lagi Aku akan melihat mereka boncengan sambil ngobrol,” dengan wajah cemberut.

Aku berjalan pelan melewati koridor kelas.(SL)

Kediri, 12 February 2015