Tok tok tok tok. . . .

Heels bergesekan langsung dengan keramik putih. Siapa pemilik kaki jenjang itu? Berlenggak-lenggok memasuki area revisian. Pagi itu suasana masih sangat sepi. Mahasiswa masih bergelut dengan kasur dan mimpinya. Ini hari minggu bukan? Ya. Ini hari minggu, tapi area ini tidak akan sepi.

Perempuan itu berjalan bak ratu sejagad. Senyumnya terus mengembang. Dia tidak pernah lupa kejadian tiga tahun silam. Perasaannya campur aduk, tempat ini berhasil memaksanya kembali. Kunci sudah di tangannya. Tapi tubuhnya masih mematung di depan pintu usang itu. Banyak sarang laba-laba yang menghiasinya. Pintu yang dikunci setelah kejadian tiga tahun itu. Tak seorangpun dibiarkan membukanya. Lagi pula tak ada yang berani.

Tangannya bergetar ketika hendak memasukkan kunci pada gembok. Apa dia urungkan saja niatnya? Tidak. Dia sudah menahan diri selama tiga tahun. Hari ini semua akan diketahuinya. Akar dari semua yang dialaminya.

Krreeekkkk. . .

Perlahan pintu itu terbuka. Perempuan itu sempat terbatuk-batuk kala masuk. Sudah seperti ruangan tua. Dia menghela nafas lega, karena ruangan ini tidak berubah. Tak ada satupun benda yang bergerak dari tempatnya. Hanya saja dipenuhi sarang laba-laba. Kakinya menuntun untuk bernostalgia dengan tempat ini. Lembar-lembar revisian berserakan di lantai. Ada yang termakan rayap. Ada yang basah karena atap yang bocor. Langkahnya terhenti di rak dengan tumpukan laporan yang sudah di ACC. Diambilnya satu laporan berwarna biru. Separuh laporan itu sudah terbakar.

“Kamu benar-benar membuat ruangan ini kacau balau?” entah dengan siapa dia berbicara. tapi orang itu pasti sangat berarti untuknya.

Kakinya kembali menuntun ke satu ruangan kecil. Dipintunya tertulis “ruang asisten” yang hampir hilang. Ah sial, dia tidak mempunyai kunci ruangan ini. Dia mencoba menelusuri jengkal ruangan yang mungkin bisa menjadi petunjuk untuk bisa membuka ruangan kecil ini. Seperti keajaiban, belum sampai dia mengobrak-abrik ruangan ini. Kunci itu tergeletak rapi di atas meja sebelah rak laporan. Dia sangat beruntung kali ini.

Lagi-lagi suara pintu usang terbuka. Nyaring, menusuk di telinga. Satu-satunya ruangan yang masih rapi walaupun berdebu. Perempuan itu terbatuk-batuk lagi. Tak banyak benda di ruangan ini. hanya laci dan kursi reot. Matanya menajam. Dia ingat jelas, laki-laki itu mengambil pisau tajam dari laci. Dia memegangi kepalanya. Tubuhnya berputar ketika dia mengingat kejadian itu. Ruangan ini menjadi sangat panas. Suara-suara aneh merasuki telinganya.

“Kau yang membunuh putraku.”

“Pergilah! aku tak ingin melihatmu.”

“Bagaimana bisa dia membunuh orang yang begitu mencintanya?”

“Dia sudah mengorbankan apapun untukmu, tapi kamu malah membunuhnya.”

“Pembunuh! Wanita itu membunuh putraku.”

 

Arrrgghhhh!!!” keluhnya.

Tubuhnya mulai tak seimbang, ruangan ini semakin lama semakin berputar. Dinding tak mampu menopang tangannya. Dia merasa tubuhnya mulai lemas. Kakinya mulai menekuk. Gelap. Matanya tak kuat menahan sakit di kepalanya. Sebenarnya ada apa ini?

Brruuukkkkk. . . .

Tubuhnya ambruk begitu saja.

*     *

“Bii, apa kamu baik-baik saja?”

Suara itu. Suara yang amat dirindukannya. Apa dia ada disini sekarang?

Perlahan matanya membuka. Tepat dihadapannya seorang pemuda nampak khawatir. Tak banyak kata, dia memeluknya.

“Aku merindukanmu.”

“Aku juga” Pemuda itu melepaskan pelukannya “Apa kamu baik-baik saja?”

Perempuan itu menggelengkan kepala, “Mereka. . .mereka” tak sempat menyelesaikan kalimatnya perempuan itu meluruhkan tangisannya. Tangis yang disembunyikan dibalik wajahnya yang mekar. Semenjak kehilangan sandarannya, dia hanya bisa tersenyum. Senyuman palsu. Kini dia sudah menemui sandarannya, bolehkah dia menangis sekarang?

“Aku tau. Untuk kali ini, aku tau apa yang kamu rasakan.” Tangan pemuda itu mengelus pelan rambut gadis kesayangannya. Gadis yang selalu ia jaga dan lindungi. Jangankan tubuh, nyawa pu akan dia korbankan asal gadis ini selamat.

“Apa kamu tidak bisa kembali?”

“Bii, bukan aku yang harus kembali. Kamu yang harus bisa melewatinya. Membuktikan bahwa kamu benar. Jangan menghindar lagi. Jangan mengucilkan diri lagi. Kamu harus bisa menghadapinya. Aku akan selalu ada untukmu. Kamu harus bangkit, Bii.”

“Tapi bagaimana aku bisa mengungkap semua-nya.”

“Ikuti apa yang kamu ingat. Kamu akan menemukan jawabannya. Jangan mencari apa yang kamu lupakan.”

Pemuda itu memeluk gadis itu. Mungkin ini yang terakhir kali untuk mereka. Terkadang semesta menjadi jahat kala dua orang yang saling mencintai namun berakhir dengan perpisahan. Semesta malah menyatukan dua orang yang tak saling mencintai. Memaksa mereka bersama. Menjalin kisah yang rumit.

*     *

“Kenapa aku bisa ada disini?” Ujar perempuan itu.

 

Penulis (slve).

NB: tunggu seminggu lagi kelanjutan ceritanya…