Judul                           : Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas

Penulis                         : Eka Kurniawan

Penerbit                       : PT Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit                 : April 2014

Tebal Buku                  : 243 halaman

ISBN                           : 978-602-03-0393-2

 

Kemaluan bisa menggerakkan orang dengan biadab. Kemaluan merupakan otak kedua manusia, seringkali lebih banyak mengatur kita daripada yang bisa dilakukan di kepala”.

Kisah ini bermula dari salah seorang remaja bernama Si Tokek yang ketagihan mengintip kemolekan tubuh seorang janda gila bernama Rona Merah. Dengan ketagihan itu Si Tokek mengajak temannya Ajo Kawir ke rumah Rona Merah. Si Tokek memang sengaja tidak memberi tahu apa tujuan mereka ke rumah janda gila tersebut, dengan tujuan ingin memberikan kejutan untuk Ajo Kawir. Selang cukup lama keduanya sedang mengintip Rona Merah melalui lubang jendela. Aktifitas Rona Merah yang tengah duduk di bangku kecil dan tidak melakukan apa-apa membuat Ajo Kawir merasa bosan dan ingin pergi dari rumah tersebut, namun Si Tokek selalu mencegahnya dan memintanya untuk bersabar.

Di tengah rintik air hujan, dari  kejauhan terdengar deru sepeda motor yang ditunggangi oleh dua orang polisi. Keduanya masuk begitu saja ke dalam rumah Rona Merah. Salah satu dari polisi Si Perokok Kretek membersihkan barang-barang yang berserakan di rumah tersebut dan Si Pemilik Luka (red: polisi yang lainnya) memandikan Rona Merah secara paksa. Perlakuan Si Pemilik Luka tersebut membuat Ajo Kawir tercengang, setelah memandikan Rona Merah kedua polisi memperkosa Rona Merah di atas sebuah meja, karena keasyikan mengintip pemerkosaan tersebut Ajo kawir terpeleset jatuh, sebab badannya menggigil bermandikan hawa dingin. Hal itu membuat Ajo Kawir tertangkap kedua polisi sementara Si Tokek berhasil lari. Ajo Kawir pun dibawa ke dalam rumah untuk menyaksikan seluruh pemerkosaan terhadap Rona Merah, namun kedua polisi memaksa Ajo Kawir ikut memperkosa Rona Merah.

Sejak saat itu kemaluan Ajo Kawir tidur tidak bisa berdiri (red : impoten. Sudah beberapa cara dilakukan Ajo Kawir untuk membuat kemaluannya kembali bangun, mulai dari mengolesi cabai rawit, membaca buku-buku tipis stensilan karya Valentino, hingga menyewa pelacur untuk membangunkan kemaluannya. Semua usaha yang dilakukan sia-sia, membuat Ajo Kawir merasa putus asa dan uring-uringan.

Suatu ketika Ajo Kawir bertemu Iteung gadis manis yang diajaknya bertarung dalam perkelahian yang seimbang, tak disangka keduanya saling jatuh cinta. Saat sudah dewasa keduanya memutuskan untuk menikah. Namun, Ajo Kawir merasa takut tidak bisa memenuhi kebutuhan Iteung. Jika burungnya saja, sama sekali tidak tertarik dengan wanita telanjang dan lebih memilih tidur panjang.

Peristiwa memilukan menimpa Ajo Kawir, istrinya Iteung yang merasa bosan dengan jari Ajo Kawir ketahuan selingkuh dan hamil. Ajo Kawir pun pergi meninggalkan Iteung menjadi seorang supir truk. Dalam perjalanannya tersebut Ajo Kawir menjadi lebih tenang dan bisa memaknai arti hidup serta tidurnnya sang burung.

Di tengah perjalananya, Ajo Kawir bertemu dengan Jelita seorang wanita buruk rupa. Namun, Ajo Kawir selalu terbayang-bayang wajah jelita dan kemaluannya hingga memimpikannya, itu adalah mimpi basah pertama dalam masa tidur panjang sang burung. Bayang-bayang tersebut membuat Ajo Kawir melakukan persetubuhan dengan Jelita di sebuah bilik kamar mandi, yang setelahnya jelita hilang secara misterius.

Bisa dibilang novel ini memang berandal, kasar, bagi pembaca khususnya pembaca perempuan. Menggunakan bahasa dan pilihan diksi yang cukup vulgar mejadikan buku ini masuk kategori novel dewasa. Untuk masalah cerita dengan alur bolak balik, diharuskan pembaca cukup jeli dalam membacanya. Namun, untuk keseluruhan jalan cerita yang disampaikan seru dan membuat para pembaca terheran-heran. Jika dibandingkan dengan novel Cantik Itu Luka (red: salah satu karya Eka Kurniawan) novel ini lebih mudah dipahamai dan lebih sederhana. Burung Ajo Kawir yang tidur merupakan alegori tentang kehidupan yang tenang dan damai di tengan realita kehidupan yang keras dan brutal.

Penulis : Abdur Rouf’

Penyuting : CAN