Judul               : Ronggeng Dukuh Paruk

Pengarang       : Ahmad Tohari

Penerbit           : PT Gramedia Pustaka Utama

Halaman          : 408 halaman

Terbit               : 2011

 

 

Gambar : Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari

 

Ahmad Tohari adalah salah satu pengarang terbaik yang dimiki oleh bangsa Indonesia. Banyak karya-karyanya yang masih dapat dikenang sampai saat ini. Novelnya yang pertama Di Kaki Bukit Cibalak tahun 1977. Kemudian Kubah terbit tahun 1980 dan dinyatakan sebagai karya fiksi terbaik tahun tersebut oleh Yayasan Buku Utama, dan yang ke tiga ialah novel Ronggeng Dukuh Paruk tahun 1981.  Novel karya Ahmad Tohari selalu mengambil setting pedesaan, tradisi, dan unsur estetika alam. Novel karya Ahmad Tohari yang berjudul Ronggeng Dukuh paruk ini merupakan salah satu karya sastra yang fenomenal sepanjang masa. Novel ini merupakan penyatuan trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dinihari, dan Jantera Biangkala, dengan memasukkan kembali unsur-unsur yang tersensor selama 22 tahun. Novel ini mengandung bayak kosa kata tradisional dengan kemasan berani oleh sang pengarang. Setiap cerita dalam novel ini selalu diawali dengan diskripsi panjang suasana sekitar, sehingga pembaca seolah-olah dibawa masuk oleh kata-kata yang menghipnotis tersebut. Dalam buku ini mengandung unsur pornografi pada awal-awal cerita, tetapi Ahmad Tohari tidak menggambarkan secara gamlang apa yang terjadi. Walaupun demikian, isi dari cerita tetap dapat tersampaikan kepada pembaca.

Novel Ronggeng Dukuh Paruk telah diangkat ke layar lebar dengan judul film Sang Penari. Film Sang Penari mampu menghidupkan suasana dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk. Gambaran tentang kemiskinan, kekumuhan, dan suasana pedesaan yang khas mampu memenuhi kebutuhan imajinasi pembaca novel Ronggeng Dukuh Paruk. Dalam film Sang Penari dikemas dengan sesuatu yang berbeda. Film Sang Penari tidak segamblang kata-kata Ahmad Tohari dalam novelnya. Ini dikarenakan banyak unsur yang tersensor untuk publik apabila disajikan dalam bentuk visual.

Novel Ronggeng Dukuh Paruk dalam resensi ini adalah novel cetakan ke tujuh oleh penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. PT Gramedia telah banyak mencetak karya-karya berkualitas, salah satunya adalah novel Ronggeng Dukuh Paruk ini. Dengan kemasan dan format penulisan yang rapi dapat menarik minat pembaca. Karya ini dilindungi oleh UU RI No 19 tahun 2002 tentang hak cipta. Novel ini dipersembahkan untuk lelaki, perempuan, dan anak-anak Dukuh Paruk.

Novel Ronggeng Dukuh Paruk ini menceritakan sebuah percintaan antarinsan manusia di sebuah daerah Jawa Tengah yang terpencil bernama Dukuh Paruk. Seorang laki-laki yang bernama Raus yang sejak kecil memang sudah ditakdirkan berjodoh dengan Srintil. Namun, kisah cinta mereka diwarnai banyak rintangan yang mengundang air mata. Cerita dimulai ketika Srintil mendapatkan roh indang (kepercayaan masyarakat dukuh paruk) dan mengharuskannya menjadi seorang ronggeng. Keinginan Srintil dan bakat yang dimilikinya sebagai penerus ronggeng yang telah lama punah mendapatkan dukungan dari sang kakek yang bernama Sakarya. Ronggeng Dukuh Paruk punah sejak peristiwa tempe bongkrek yang menewaskan hampir seluruh warganya itu. Sakarya setelah mengetahui bahawa roh indang ada dalam diri Srintil, maka ia kemudian membawa Srintil kepada Kartareja, seorang Dukun Ronggeng dan istrinya yang mantan ronggeng tetapi tidak laku pada zamannya. Pada saat itu seorang ronggeng adalah posisi paling dimuliakan oleh warga dukuh paruk.  Ketika Srintil hendak menjadi ronggeng ia harus melewati beberapa tahap, salah satunya ialah bukak-klambu. Bukak klambu ialah ritual pelepasan keperawanan seorang ronggeng. Pada saat itu Srintil dihargai dengan satu keping emas, tetapi karena kelicikan suami-isri Kartareja akhirnya Srintil mendapatkan satu keping emas, 2 logam, dan satu sapi. Padahal dibalik itu semua, mereka justru tertipu dan hanya Srintil dan Raus yang tahu kejadian apa yang terjadi di belakang rumah sebelum Srintil menjalani ritual  bukak klambu. Namun, setelah itu Raus menghilang dari Dukuh Paruk meninggalkan neneknya seorang diri dan bekerja di pasar Dawulan. Di sana Raus bertemu dengan Sersan Slamet dan Kopral Pujo. Karena pertemuan itulah akhirnya Raus akrab dengan lingkungan tentara, ia bekerja melayani tentara. Hingga suatu hari, ia diharuskan ikut bertugas karena para perampok merajarela. Raus ditugaskan di Dukuh Paruk, dan ia berhasil melumpuhkan 2 perampok. Setelah itu Raus menghilang, ia ikut sekolah tentara ke luar Dukuh Paruk.

Gambar : Srintil Dalam Film Sang Penari Yang Di Adaptasi

Dari Novel Ronggeng Dukuh Paruk

Di sisi lain, Srintil terus meronggeng dengan rombongannya serta Srintil terus melayani para lelaki petualang. Orang yang paling berperan ialah Nyai Kartareja yang mempunyai keahlian sebagai mucikari handal. Hampir seluruh masa remaja Srintil ia habiskan untuk hal tersebut. Dalam adat istiadat dukuh paruk seorang ronggeng dilarang menikah kerena menikah adalah akhir dari ronggeng, ia tidak akan laku. Keadaan itulah yang mengecam hubungan Srintil dan Raus, seolah masyarakat menganggap itu terlarang. Jika Srintil mikah maka ia akan berhenti menjadi Ronggeng dan itu berarti Dukuh Paruk dan kembali mati dalam hidupnya. Hingga suatu saat Srintil paham ada yang salah pada dirinya, karena cintanya pada Raus dan Goder (anak angkat yang disusui Srintil) ia mencoba berhenti melayani para laki-laki. Sejak awal Srintil menjadi ronggeng sering ia melakukan pemberontakan tetapi sering teredam oleh mulut manis Nyai Kartareja. Hingga kesenian Ronggeng yang menjayakan Dukuh Paruk sudah terkenal di berbagai daerah. Terlebih lagi setelah adanya suatu acara di Kecamatan Dawulan. Srintil dan rombongannya dipakai untuk mengisi rapat-rapat di kecamatan. Ternyata itulah yang memicu masalah besar, sering terjadi kerusuhan setelah pementasan ronggeng dan akhirnya Srintil dipenjarakan atas tuduhan terikat PKI.

Pada saat itu suasana Dukuh Paruk sangat mencekam. Banyak orang terus bersembunyi di dalam rumah dan anak-anak pun kehilangan keceriaannya. Dalam keadaan seperti ini Srintil dipenjara entah di mana, sedangkan Raus belum juga kembali dari sekolah tentaranya. Akankah cinta mereka masih berlajut? Masihkah takdir memihak cinta mereka? Dan bagaimana nasib kesenian ronggeng yang dilarang oleh pemerintah pada zaman itu ?

Secara garis besar cerita dalam novel ini termasuk karangan fiksi, tetapi dalam novel ini memuat unsur sejarah nyata tentang PKI dan tradisi Dukuh Paruk.  Novel ini untuk usia SMA ke atas karena pemahamannya memerlukan pengetahuan yang sudah dimiliki pembaca sebelum membaca novel ini. Novel ini dapat menggabarkan suasana pada zaman kemerdekaan, pemberontakan, hingga zaman awal orde baru, meskipun unsur politik tersamarkan dengan cerita warga Dukuh Paruk yang buta huruf. Novel ini bisa menjadi ajang nostalgia para pembaca, selain diskripsi yang indah seperti aslinya maka pembaca dapat dihipnotis masuk pada zaman tersebut. Buku ini kategori bacaan yang sedang dan tidak banyak menguras imajinasi karena diskripsi yang detail dari pengarang.

Keunggulan novel ini ialah pada gaya bahasa yang dikemas dalam bentuk yang menarik dan mudah dipahami. Perpaduan antara diskripsi, bahasa lokal, dan adat istiadat yang ada dapat mengundang air mata pembaca. Novel ini juga memasukkan unsur tembang-tembang daerah yang indah. Novel ini memuat 3 buku, yaitu Catatan Buat Emak, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Biangkala. Keterpaduan antarbuku tersebut merupakan keunggulan dari novel karya Ahmad Tohari ini. Cerita dan bahasa yang dimuat sangat fleksibel dan cocok dari masa ke masa. Buku ini memual pula unsur ilmiah seperti dalam Bab 2, keilmiahan muncul ketika menyebutkan nama bakteri yang terkandung dalam tempe bongkrek, proses penyelidikan, dan penelitian ilmiah. Dalam cerita Ronggeng Dukuh Paruk ada tokoh pedagang dari Cina dan Ahmad Tohari menggambarkan secara nyata logat orang Cina tersebut.

Kekurangan novel ini salah satunya ialah bahasa tradisional yang digunakan terlalu frontal, sehingga tidak cocok untuk anak-anak, seperti kata bajingan, asu buntung, tolol, bangsat dan lain-lain yang mendominasi cerita. Selain itu, banyak kesalahan EYD dalam novel seperti penggunaan ata ‘di’ dan ‘namun’ yang kurang tepat. Banyak penggunaan kata daerah tetapi hanya sedikit yang disertai dengan terjemahan, sehingga menimbulkan kesulitan pada pembaca untuk memahami cerita.  Di dalam penulisan novel ini terdapat beberapa salah ketik seperti di halaman 22 kata ‘orangtua’ dan di halaman 81 kata ‘laiknya’.

Novel ini kami bandingkan dengan film Sang Penari karena novel Ronggeng Dukuh Paruk ini menjadi inspirasi dibuatnya film Sang Penari. Film Sang Penari melukiskan bayangan nyata tentang keadaan dukuh paruk. Namun, ada beberapa perbedaan seperti kejadian keracunan tempe bongkrek itu dalam novel dituliskan Srintil masih bayi dan Raus berumur 3 tahun sedangkan dalam film Srintil sudah anak-anak. Dalam novel tidak disebutkan darimana asal keris ronggeng yang telah lama hilang tetapi dalam film ditunjukan bahwa Raus memungutnya saat ada kericuhan keracunan tempe bongkrek tersebut. Serta masih bayak perbedaan lain yang menimbulkan kekecewaan pada pembaca.

Dengan demikian secara keseluruhan novel ini bagus, banyak pengetahuan sejarah yang diperoleh dari novel ini. Buku ini juga dapat bermanfaat untuk pembaca secara umum karena novel ini secara tersirat mengajarkan pembaca tentang budi pekerti, kemandirian, keteguhan prinsip, iman dan adat istiadat yang berlaku dalam suatu daerah. Setelah membaca buku ini akan banyak mendapatkan ilmu terapan yang dapat diterapkan di kehidupan bermasyarakat sehari-hari khususnya jiwa nasionalisme, pengorbanan, dan perjuangan (Jr)